Source: www.freepik.com/photos/body-positivity
Saat ini, memiliki tubuh proporsional yang sesuai dengan berbagai standar kecantikan dalam masyarakat menjadi dambaan hampir semua orang. Mulai dari bentuk tubuh langsing, berat badan ideal, hingga kulit cerah, seakan menjadi aturan tidak tertulis yang harus dipenuhi seseorang agar dapat disebut cantik.
Namun pada kenyataannya, sebagian besar orang tidak bisa memenuhi standar-standar yang tidak realistis tersebut. Mereka yang tidak dapat memenuhi kriteria seringkali mengalami berbagai penolakan dan cibiran, sehingga timbul rasa rendah diri atas citra tubuhnya sendiri. Rasa rendah diri yang terus-menerus muncul akibat “ketidaksempurnaan” ini kemudian melahirkan kesadaran untuk pentingnya menerima tubuh apa adanya, agar dapat menjalani hidup dengan bahagia, tanpa khawatir dihantui oleh rasa tidak percaya diri.
Ajakan untuk mencintai diri sendiri dilakukan melalui dua pendekatan, yakni body positivity dan body neutrality. Kedua gerakan ini mengajak kita untuk mencintai tubuh sendiri dan menghargai tubuh orang lain. Lalu, apa perbedaan dari kedua pendekatan tersebut? Bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?
Body positivity
Kemunculan istilah body positivity berawal dari gerakan “Fat Acceptance,” yang bertujuan untuk menghentikan diskriminasi terhadap orang-orang dengan berat badan berlebih. Pada tahun 2012, muncul istilah “Body Positivity Movement.” Gerakan ini bertujuan mendorong seseorang untuk memiliki perspektif positif terhadap tubuhnya sendiri sekalipun tidak memenuhi standar kecantikan yang terbentuk dalam masyarakat. Kita diajak untuk mencintai diri sendiri, terlepas dari bentuk, ukuran, atau penampilan fisik yang dimiliki.
Source: www.freepik.com/photos/body-positivity
Gerakan ini juga mendorong masyarakat untuk berhenti menetapkan standar kecantikan yang tidak realistis, serta menghentikan kebiasaan untuk menilai seseorang hanya dari penampilan fisiknya saja. Beberapa tahun terakhir, body positivity semakin gencar dikampanyekan oleh berbagai kalangan, terutama anak muda. Generasi muda menyadari besarnya dampak gerakan ini terhadap kesehatan mental, serta menjadi media untuk meningkatkan kepercayaan diri. Unggahan di media sosial, terutama Instagram, menjadi media utama untuk menyebarkan gerakan ini.
Namun di samping tujuan mulia untuk mendorong seseorang lebih mencintai tubuhnya sendiri, body positivity juga mendapat kritikan dari berbagai pihak. Menurut dr. Susan Albers, seorang psikolog klinis dari Amerika Serikat, body positivity adalah bagian dari toxic positivity. Gerakan ini memaksa seseorang untuk terus merasa positif, padahal mungkin mereka tidak dapat merasakannya. Selain itu, body positivity juga seringkali dianggap mendukung kebiasaan hidup yang tidak sehat. Gerakan ini seolah membiarkan orang yang memiliki berat badan berlebih untuk hanya menerima tubuhnya, tanpa berusaha menerapkan pola hidup sehat. Seperti yang kita ketahui, bahwa berat badan berlebih atau obesitas memiliki dampak buruk untuk kesehatan tubuh.
Body Neutrality
Body neutrality mulai muncul sekitar tahun 2015. Istilah tersebut menjadi semakin populer ketika Anne Poirier, seorang konselor intuitive eating dan spesialis eating disorder, mulai menggunakannya dalam membantu klien-nya mengatur keseimbangan antara makan dan olahraga yang sehat.
Gerakan ini merupakan pendekatan yang berada di antara body positivity dengan body negativity. Berbeda dengan body positivity yang menekankan penampilan luar, body neutrality berfokus pada penerimaan tubuh dengan fungsinya, serta mengapresiasi apa yang dapat dilakukan tubuh untuk kita. Body neutrality muncul sebagai jawaban bagi orang yang sulit menerapkan body positivity, yakni harus selalu mencintai semua bagian tubuh sepanjang waktu. Istilah ini mendukung seseorang untuk tetap bahagia, walaupun tidak selalu menyukai tubuhnya.
Source: https://www.freepik.com/photos/african-lady
Gerakan body neutrality menekankan bahwa value kita sebagai manusia lebih dari sekadar kondisi tubuh yang kita miliki. Alih-alih terus memikirkan penampilan fisik, kita dapat berfokus pada berbagai hal yang dapat dilakukan oleh tubuh.
Menerapkan body neutrality dapat membantu mengenali dan memprioritaskan apa yang dirasakan oleh tubuh, seperti memilih memakai pakaian yang nyaman tanpa harus menghabiskan banyak waktu untuk berpikir. Selain itu, penekanan bahwa berolahraga bukan hanya untuk membakar kalori, tetapi juga untuk dinikmati prosesnya. Body neutrality ditujukan untuk mendengarkan apa yang tubuh kita butuhkan.
Bagaimana menentukan pendekatan yang paling sesuai untuk diri kita sendiri?
Memilih pendekatan yang paling sesuai untuk diri sendiri dapat dilakukan berdasarkan preferensi masing-masing. Dilansir dari laman health.clevelandclinic.org, berikut ini beberapa pertimbangan yang diberikan dr. Albers dalam memilih body positivity atau body neutrality:
- Menyukai kalimat afirmasi positif
Jika seseorang menyukai kalimat afirmasi positif, body positivity dapat menjadi pilihan tepat. Berpikir positif dapat meningkatkan mood dan menjauhkan seseorang dari pikiran negatif yang timbul akibat penilaian masyarakat atas tubuh seseorang.
- Tidak percaya pada afirmasi
Memaksakan untuk bersikap positif ketika seseorang sebenarnya tidak mampu melakukannya, justru akan membebani dan memunculkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks. Apabila seseorang menganggap afirmasi sebagai hal yang terlalu dipaksakan, maka body neutrality adalah jawabannya.
- Body neutrality dapat membantu mengenali perasaan
Body neutrality membuat seseorang memilih tidak menghiraukan kecemasan yang ada di pikiran. Hal itu memungkinkan seseorang agar dapat memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang lebih berguna. Namun, body neutrality juga berpotensi menyebabkan seseorang kehilangan makna keindahan yang sebenarnya dalam menikmati hidup.
- Body positivity dapat menyebabkan seseorang menyembunyikan perasaannya
Memaksa seseorang untuk mencintai tubuhnya padahal ia tidak bisa, dapat menyembunyikan perasaan yang sebenarnya ia rasakan. Terus menerus menekan perasaan yang ada, berpotensi membuat seseorang mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Namun sebetulnya, kita dapat menerapkan keduanya dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, lho! Body positivity bisa dilakukan dengan membangun self-esteem yang kuat dan merawat tubuh dengan baik. Di samping itu, kita juga dapat mempraktikkan body neutrality dengan cara fokus pada hal yang dapat dilakukan oleh tubuh beserta fungsinya, tanpa harus memikirkan penampilan luar secara berlebihan.
Referensi:
Horn, N. (2021). Body Neutrality. https://digitalcommons.tacoma.uw.edu/gender_studies
Lindsay, J. (2020). Body positivity. New Discourses. https://newdiscourses.com/tftw-body-positivity/
health.clevelandclinic.org. (2022). What’s the Difference Between Body Positivity and Body Neutrality?. Diakses pada 13 Juli 2022, dari https://health.clevelandclinic.org/body-positivity-vs-body-neutrality/