
The Rana Look adalah novel terlaris New York Times yang ditulis oleh Sandra Brown, salah satu penulis paling terkenal di dunia romansa. Buku ini menceritakan tentang kehidupan seorang super model top Amerika, Rana Ramsey, yang sangat lelah dengan hidupnya. Sejak ayahnya meninggal di usianya yang masih kecil, Rana telah menjadi pelampiasan bagi ibunya untuk mengejar ambisi ibunya. Ambisi itu sebenarnya adalah ambisi ibunya sendiri yang tidak dapat tercapai. Menyadari bahwa anaknya memiliki “kelebihan” yang bisa mendatangkan banyak uang, dengan postur tubuh tinggi, kulit lembut berwarna zaitun, dipasangkan dengan mata hijau yang indah, tentu membuat Rana terlihat sangat menarik, dan sangat proporsional untuk menjadi seorang model. Mengetahui bahwa kecantikannya adalah sumber dari segala rasa sakitnya, penulis tertarik untuk membahas tentang kecantikan yang membawa rasa sakit dalam novel ini dan menghubungkannya dengan kenyataan di masyarakat.
Dalam pandangan secara umum untuk menjadi model haruslah memiliki fitur tubuh yang sempurna. Rana Ramsey, seorang perempuan yang memiliki postur tubuh tinggi dan proporsional, juga kulit dan mata yang indah, membuat ibunya, Susan Ramsey, memiliki ambisi untuk membuat Rana menjadi model terkenal. Setelah melamar dari satu agensi ke agensi lainnya, usaha Susan akhirnya mendapatkan hasil, Rana Ramsey menjadi model yang terkenal dan sukses. Sebagai model terkenal, Rana sering menahan rasa lapar dan hanya makan sedikit demi menjaga berat badannya tetap ideal. Semua itu atas perintah ibunya. Dia merasa stres karena dia tidak bisa makan makanan yang dia inginkan,…She was hungry. A cheeseburger came to mind, and the thought made her mouth water. No sense in torturing herself. She would be lucky to be allowed low-calorie dressing on her lettuce salad if she got lunch at all. (P. 20).
Setelah dia meninggalkan dunianya di New York, dia merasakan kebebasan. Dia tidak peduli dengan standar kecantikan yang ada di masyarakat, bahkan standar kecantikan yang diciptakan oleh ibunya sendiri. Dia hanya menginginkan kebebasan yang bisa membawanya menuju kebahagiaan. Dia dapat joging di pantai tanpa rasa takut, bahkan bermain tanah dengan Trent. Ketika dia masih kecil, ibunya melarang keras ia melakukan apa pun yang dapat menyakitinya, terutama kulitnya yang sangat berharga. Di kehidupannya yang bebas, kini dia bisa makan apa pun yang dia inginkan tanpa harus mengkhawatirkan berat badannya dan tanpa takut akan dimarahi oleh ibunya.
Tak heran jika istilah “cantik” berkaitan dengan “kelaparan”. Perempuan yang ingin tampil cantik dengan memiliki tubuh proporsional membiarkan dirinya kelaparan seharian, seperti ambisi ibu Rana yang ingin putrinya menjadi perempuan sempurna. Dia bertindak seperti seorang diktator. Dia membiarkan putrinya kelaparan sepanjang hari. Dia membatasi semua gerakan anaknya, mengatur kehidupan putrinya, dan putrinya harus mematuhi aturannya.
As a child she’d never been allowed to play in the dirt. She had never been allowed to do anything that spoiled her perfection. Every hair had to be in place. She wasn’t allowed to ride a bicycle or roller-skate because she might scrape her knee. Scabs or scars were to be avoided at all costs. As a teenager, she had rebelled occasionally, but when her little acts of defiance were discovered, her mother’s wrath made the adventures hardly worthwhile. (P. 91)
Kecantikan Rana adalah sumber dari semua penderitaannya. Dia hanya bisa menutupi rasa sakit dari penderitaan yang dialami. Dia harus bekerja sesuai arahan ibunya, karena ibunya telah mengatur segalanya, dan dia seperti boneka yang didorong untuk memenuhi ambisi ibunya Itulah sebabnya ketika dia pindah ke Galveston, dia menutupi semua fitur tubuhnya, menutupi semua bagian yang mungkin menarik perhatian orang lain, dari mengenakan pakaian besar untuk menutupi lekuk tubuhnya, rambutnya yang tidak pernah dia sikat dan selalu menyebar untuk menutupi tulang pipinya, dan memakai kacamata berwarna untuk menutupi keindahan mata hijaunya.
Kecantikan yang dimilikinya juga membuat pria hanya memandangnya secara fisik, dan tidak ada yang pernah mencintainya dengan tulus. Dia juga memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan pria manapun. Itulah yang mendasari dilemanya dengan Trent Gamblin. Dia takut apa yang akan terjadi jika Trent Gamblin mengetahui dirinya yang sebenarnya.
Di hari kematian Morey, hal pertama yang keluar saat Susan melihat Rana, dia langsung berkomentar bahwa kondisi fisiknya kini sangat menyedihkan, “You look ridiculous, Rana. I hope you don’t expect me to claim you as mine, dressed like that.” (P. 97).
Rana heran mengapa kalimat itu adalah hal pertama yang keluar dari mulut ibunya setelah mereka berpisah begitu lama. Bukankah masih banyak pertanyaan lain yang lebih tepat dari kalimat itu? Mungkin sekedar bertanya bagaimana kabarnya atau bagaimana hidupnya sekarang setelah hari yang melelahkan, tetapi justru kalimat itu yang pertama kali diucapkan oleh ibunya. Dia membenci ibunya pada saat itu juga.
Rana, exhausted from the ordeal of getting to Houston from Galveston,…. she had just lost her dearest friend and staunchest ally, and her mother’s first comment had been about the way she looked. At that moment she hated Susan Ramsey. (P. 98)
Adegan ini juga sepertinya lumrah, setiap kali kita bertemu seseorang yang sudah lama tidak bertemu, kebanyakan dari mereka pasti akan mengomentari penampilan fisik kita. Mengomentari masalah fisik terlalu sensitif bagi sebagian orang, mereka yang terlalu memikirkan komentar orang itu pasti akan jatuh dalam rasa tidak aman dan tidak percaya diri. Orang yang mengomentari pun tidak akan menyadari bahwa apa yang mereka katakan telah menyakiti orang lain, bukan secara fisik tetapi mental, luka yang sangat sulit disembuhkan. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita bertemu seseorang yang sudah lama tidak kita temui, sebaiknya hindari komentar tentang fisik, carilah topik lain agar lawan bicara kita nyaman berbicara dengan kita.
Bagi seorang perempuan menjadi cantik adalah hadiah terindah dari Tuhan, tetapi kecantikan itu sebenarnya bisa membawa luka padanya. Apalagi dengan standar kecantikan yang terbentuk dalam masyarakat di mana perempuan cantik adalah dia yang memiliki tubuh kurus misalnya. Setiap perempuan telah dilahirkan dengan kecantikannya masing-masing. Adanya standar kecantikan di masyarakat hanya akan membuat perempuan merasa tidak percaya diri dan tidak mencintai dirinya sendiri. Mereka akan berlomba-lomba mengikuti standar kecantikan yang terbentuk.
Di Indonesia misalnya, masih banyak perempuan yang berbondong-bondong membeli produk pelangsing dan produk kecantikan yang mengklaim bisa memutihkan kulitnya demi memenuhi anggapan bahwa perempuan cantik harus kurus dan memiliki kulit putih. Hal ini menyebabkan perempuan jatuh ke dalam ambisi mengejar standar kecantikan yang ada. Mereka melupakan identitas asli diri mereka. Pada akhirnya, ketika mereka lelah mengejar standar kecantikan yang ada, mereka akan menyadari bahwa jika kita benar-benar bisa mencintai diri sendiri dan menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri, maka kita bisa menjadi cantik sesuai dengan versi kita sendiri. Bukan kita yang harus mengubah diri kita untuk mencapai standar kecantikan, tapi dunialah yang perlu berubah. Dunia perlu mengakui bahwa kecantikan adalah dengan mencintai diri sendiri dan menjadi versi terbaik dari kita sendiri. Kita harus menyadari bahwa bukan masyarakat yang menetapkan standar kecantikan untuk kita, tetapi kitalah yang menetapkan standar kecantikan untuk diri kita sendiri.
Referensi :
Brown, S. (2003). The Rana Look. New York: Bantam Books.
Penulis : Annisa Nur Aeni
Editor : Desy Putri R.