
Pernahkah kalian bertanya mengapa ibu tiada lelahnya mengerjakan pekerjaan rumah meskipun baru pulang kerja? Ibu juga dengan sabarnya membantu mengerjakan tugas sekolah anaknya hingga menyiapkan lauk untuk disantap bersama. Dalam kehidupan sehari-hari, telah banyak dijumpai contoh double burden. Namun, akibat dari budaya yang tersebar di masyarakat, kita mengenal hal tersebut dengan istilah kewajiban.
Kewajiban dan keputusasaan terhadap situasi adalah hal yang berbeda. Perempuan menjalani kehidupan demikian karena mereka tidak tahu harus bertindak seperti apa. Perempuan layaknya seorang aktris, dimana sikapnya ditentukan oleh sutradara. Tentu saja banyak masyarakat yang kontra terhadap hal ini. Namun, apakah perempuan pantas menanggungnya?
Apa itu “Double Burden”?
Istilah double burden atau dalam bahasa indonesia berarti beban ganda, mengacu pada beban kerja seseorang yang umumnya dialami oleh perempuan yang memiliki dua pekerjaan. Satu adalah pekerjaan berbayar dan satu lagi adalah pekerjaan yang tidak berbayar. Kehidupan sehari-hari cukup bergantung pada berbagai aktivitas kerja yang tidak dibayar. Contohnya adalah perawatan orang, pekerjaan rumah tangga, dan kerja komunitas sukarela. Kemudian, pekerjaan yang dibayar biasanya lebih mengandalkan skill dan kemampuan seseorang, tak jarang pekerjaan berbayar hanya diberikan kepada gender tertentu.
Double burden bisa disebut juga dengan second shift, karena keduanya memiliki makna yang sama. Penjelasan second shift dipaparkan oleh beberapa peneliti, salah satunya adalah Hochschild dan Machug 2012. Adapun istilah lain dari double burden yang dipaparkan oleh Moen pada tahun 1992 menjelaskan bahwa double burden kerap digunakan untuk menggambarkan tantangan yang dihadapi seorang ibu saat menyeimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangganya.
Buku Marilyn Frye tahun 1988 yang berjudul If Women Counted adalah salah satu yang pertama berhasil menarik perhatian pada distorsi dalam pemahaman kita tentang kegiatan ekonomi ketika pekerjaan yang tidak dibayar, yang mungkin dapat menyamai atau melebihi pekerjaan yang dibayar dalam ekonomi tertentu, tidak termasuk dalam akun nasional. Tidak hanya itu, bahkan wanita masih kerap ditanya pertanyaan merendahkan, seperti “Apakah anda bekerja?” yang memiliki makna tersirat “Apakah anda dibayar atas pekerjaan anda?”. Kenyataannya, walaupun ada perempuan yang tidak memiliki pekerjaan berbayar, tetapi hampir tidak ada perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tidak berbayar.

Double Burden, Sosok Nyata Ketidaksetaraan Gender
Berdasarkan studi OECD pada tahun 2014 yang berjudul Unpaid Care Work: The Missing Link in the Analysis of Gender Gaps in Labour Outcomes, menggarisbawahi ketidaksetaraan yang terus berlanjut dalam mengambil tanggung jawab untuk semua tugas yang diperlukan dalam rumah tangga dan masyarakat. Hasil studi tersebut membahas beberapa poin penting dari ketidaksetaraan gender. Pertama, perempuan mencurahkan tenaganya hingga dua sampai sepuluh kali lebih banyak untuk pekerjaan yang tidak dibayar dibandingkan dengan pria. Kedua, pembagian pekerjaan tidak dibayar yang tidak merata merupakan pelanggaran terhadap hak-hak perempuan. Ketiga, untuk menyeimbangi tanggung jawab dan tuntutan pekerjaan yang dibayar, perempuan kerap mengalami penurunan jabatan dibawah skill dan kemampuannya.
Faktanya, jumlah perempuan yang bekerja di sektor publik memang telah meningkat, tetapi hal ini tidak diiringi dengan pengurangan beban mereka di rumah. Upaya terbaik mereka adalah memberikan pekerjaan tersebut kepada wanita lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga wanita lainnya. Lantas, apakah pria mengerjakan pekerjaan rumah? Hanya pria dengan EQ tinggi yang melakukannya. Kendati demikian, sudah terdapat perkembangan kecil dalam pembagian tugas rumah tangga antar gender.
Double Burden dikala pandemi
Pandemi bukanlah sebuah kebebasan bagi perempuan dengan beban ganda. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak ditemui masyarakat yang meremehkan para ibu yang bekerja dari rumah (Work From Home) karena tidak perlu sibuk pergi ke kantor. Padahal, beban dari aktivitas ini terasa jauh lebih berat dibandingkan sebelum pandemi. Tak hanya itu, para ibu juga sering mengeluh karena harus mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus mengajarkan anak. Pandemi di tahun 2020-2021 kemarin merupakan cerminan betapa pentingnya sosok perempuan sebagai ibu dalam rumah tangga.
Dalam siaran pers No.: B- 285 /Set/Rokum/MP 01/10/2020, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan beberapa hasil dari survei “Menilai Dampak Covid-19 terhadap Gender dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”.
- Rata-Rata perempuan di Indonesia mengandalkan bisnis keluarga. Namun, pandemi membuat pendapatan mereka menurun sebesar 82% dibandingkan dengan laki-laki yang hanya terdampak 80%.
- Perempuan pekerja sektor informal harus mengurangi waktu kerjanya sebesar 36% sedangkan laki-laki hanya sebatas 30%.
- Pembatasan aktivitas di luar rumah membuat 69% perempuan dan 61% laki-laki menghabiskan waktunya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ditambah dengan fakta bahwa 61% perempuan menghabiskan lebih banyak untuk mengasuh anak dibandingkan dengan laki-laki dengan 48%, memberikan gambaran betapa padatnya aktivitas seorang perempuan yang menjadi ibu rumah tangga.
- Sebanyak 57% perempuan mengalami peningkatan stress dan kecemasan akibat dari beban yang bertambah, kehilangan pekerjaan, kurangnya pemasukan, dan juga kekerasan gender, sedangkan laki-laki hanya sebesar 48%.
Seperti yang tersajikan, perempuan mengalami dampak lebih parah dibanding laki-laki dalam pandemi tahun 2020 kemarin. Data sudah terpampang jelas, tetapi masih terdapat masyarakat yang tidak peduli akan hal ini dan terus bertindak sesukanya. Merendahkan perempuan disaat perempuan menerima beban lebih berat daripada laki-laki.
Tips Untuk Perempuan Dalam Menghadapi Double Burden
Dalam menghadapi double burden, perempuan harus menghadapi beberapa hal, seperti kompartemenisasi, ekspektasi sosial, work life balance, dan juga ekspektasi sosial. Namun, perempuan dapat melakukan beberapa hal di bawah untuk menghadapinya.
- Membuat rencana dan disiplin.
- Membuat timelines.
- Membedakan antara yang mendesak dan penting.
- Membuat to-do list.
- Memiliki waktu untuk bersantai.
Contoh Double Burden pada perempuan di kehidupan sehari-hari
Contoh singkat dari double burden atau beban ganda dalam kehidupan sehari-hari ialah ibu. Kita menemuinya hampir setiap saat di rumah. Ibu merupakan definisi pahlawan dalam kehidupan kita. Double burden sangat melelahkan. Jika ibu sedang emosi, wajar, ia hanya lelah. Namun, ia tidak bisa menolak. Walaupun tidak semua ibu mengalami beban yang berat, contoh nyata dari double burden sangat dekat dengan kita. Kita bisa membantu meringankan bebannya dengan menjadi anak yang patuh.
Oleh: Siti Fatimah
Editor: Laras Adinda N.
Referensi:
Agrawal Jyoti. (2020, June 03). 5 Effective Ways For Women To Deal With The ‘Double Burden Syndrome’. women’s web. Retrieved 27 Agustus 2022, from https://www.womensweb.in/2020/06/5-effective-ways-women-double-burden-syndrome-jul20wk1mad/
Chen dkk. (2018). Double burden for women in mid- and later life: evidence from time-use profiles in Cebu, the Philippines. PMC. Retrieved 27 Agustus 2022 from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6587579/
Kemenpppa. (2020, October 24). Survei ‘Menilai Dampak Covid-19’ : Perempuan Memikul Beban Lebih Berat Dibandingkan Laki-laki. Retrieved 27 Agustus 2022, from https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2921/survei-menilai-dampak-covid-19-perempuan-memikul-beban-lebih-berat-dibandingkan-laki-laki
Riddle Dorothy. (2017). Double Burden. Service growth. Retrieved 27 Agustus 2022, from https://www.servicegrowth.com/world-of-work/double-burden/