
“Menjadi perempuan itu tidak mudah”..hmm pernyataan seperti ini sudah tidak asing lagi dikalangan perempuan. Sebagai seorang perempuan, apakah kamu pernah diperlakukan tidak adil? Atau bahkan merasa takut, cemas dan tidak nyaman jika berada di kerumunan orang yang tidak kamu kenal? Yup, apalagi dengan stigma masyarakat yang masih sering menganggap perempuan “lemah” bisa merendahkan kemampuan perempuan itu sendiri, dan lebih parahnya, dapat dijadikan target tindakan kriminal. Padahal, emansipasi perempuan sudah berlaku di kalangan masyarakat, namun ketimpangan sosial masih saja kerap terjadi.

Salah satu contoh adalah negara India. Dilansir dari The Globalist, di saat India sedang dalam masa perkembangan ekonomi dan juga teknologi yang pesat, di sisi lain ada berbagai risiko yang harus dihadapi perempuan akibat adat istiadat setempat, seperti mutilasi alat kelamin perempuan, kekerasan fisik dan seksual, serta perkawinan anak. Hal ini mencerminkan diskriminasi terhadap perempuan di India adalah suatu hal yang umum, padahal dapat berakibat fatal. Bahkan, diskriminasi sudah dimulai sejak masih di dalam rahim yaitu dengan metode pembunuhan janin. Mengapa hal ini disebut dengan adat istiadat? Karena praktik pembunuhan janin telah diterapkan sejak awal tahun 1990-an pada saat teknik ultrasound mulai digunakan secara luas di India. Hal ini disebabkan dengan banyak keluarga beranggapan bahwa memiliki anak laki-laki akan lebih dihargai untuk menjadi pemimpin. Meskipun sejak 1994 India telah mengesahkan The Preconception and Prenatal Diagnostic Techniques (PCPNDT) Act untuk melarang praktek aborsi, ketentuan tersebut tidak berdampak secara signifikan. Artinya, masih banyak penyalahgunaan dalam praktiknya. Maka dari itu, India dikenal sebagai negara paling berbahaya keempat di dunia bagi perempuan.
Terkait dengan stigma “lemah” terhadap perempuan memang tidak 100%, namun pada kenyataannya, perempuan di India sangat kuat dan berani, lho! Telah ada beberapa gerakan sosial yang berupaya memberantas permasalahan perempuan di India. Diketahui, kampanye #MeToo yang tersebar secara global di berbagai wadah sosial media pada tahun 2017 mampu menarik perhatian berbagai kalangan perempuan di India pada tahun 2018. Perempuan-perempuan dari berbagai strata di kalangan masyarakat India bergabung dan menyuarakan opini mereka terhadap isu kesetaraan gender kepada publik. Diperkirakan terdapat lima juta perempuan yang membentuk “dinding perempuan” hampir sepanjang jalanan negara bagian Kerala untuk menunjukkan komitmen perjuangan mereka melawan budaya patriarki. Aksi ini dilakukan di tengah perselisihan terkait akses perempuan masuk ke Kuil Sabarimala, sebuah kuil suci umat Hindu dengan atap berlapis emas.

Selanjutnya adalah gerakan #IwillGoOut yang hadir untuk menyelesaikan salah satu masalah yang dialami oleh kaum perempuan India yakni menciptakan ruang publik yang aman bagi perempuan dengan mengakhiri pelecehan dan kekerasan seksual yang sering terjadi di jalanan India. Menggunakan media sosial untuk terhubung dengan individu yang berpikiran sama merupakan alternatif yang dinilai tepat karena berita dapat segera menyebar dan pada akhirnya berhasil melakukan pawai nasional #IWillGoOut yang memobilisasi 5.000 orang di 30 kota besar dan kecil di India untuk memprotes pelecehan seksual dan ketidaksetaraan gender.

Dari yang telah disebut di atas dapat kita pahami bahwa isu yang dialami perempuan di India sangat bervariasi. Kesenjangan gender masih terjadi secara luas di seluruh India di mana negara ini berada di urutan yang rendah dalam sebagian besar ukuran pemberdayaan perempuan, antara lain, partisipasi formal dalam angkatan kerja, kepemilikan aset termasuk maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan. Namun, perempuan di India telah menunjukkan keberanian mereka melalui gerakan-gerakan sosial yang mampu mengundang banyak massa untuk berpartisipasi. Gerakan tersebut merupakan salah satu bentuk support dari perempuan untuk perempuan demi memperjuangkan hak-hak mereka. Selain itu, pemberdayaan teknologi digital, seperti sosial media telah memperluas awareness dan dukungan dari masyarakat luas. Maka dari itu, gerakan-gerakan semacam ini harus dihargai sepenuhnya agar publik semakin mengerti pentingnya makna dari kesetaraan gender dimana dapat menetralkan segala persepsi negatif terhadap kasta perempuan.
Penulis: Indira Maya Hayuningtyas
Editor: Rahajeng Galuh I.K.
Referensi:
- Fimela.com. (2018, 2 Juli). Ini Alasan India Jadi Negara paling Berbahaya Untuk Perempuan. fimela.com. https://www.fimela.com/lifestyle/read/3807411/ini-alasan-india-jadi-negara-paling-berbahaya-untuk-perempuan
- Ghosh, J. (2019, 10 Januari). Perlawanan untuk Kesetaraan Di India. Project Syndicate. https://www.project-syndicate.org/commentary/india-kerala-gender-equality-women-s-wall-by-jayati-ghosh-2019-01/indonesian
- Hastings, C. (2018, 20 Maret). #IWillGoOut: Undoing a narrative of fear for women in India. (n.d.). Women’s Media Center. https://womensmediacenter.com/women-under-siege/iwillgoout-undoing-a-narrative-of-fear-for-women-in-india
- Jandial, S. (2017, 22 Januari). #IWillGoOut: Women across India take to streets, demand equal right to public places. (2017, January 24). India Today. https://www.indiatoday.in/india/story/i-will-go-out-movement-bengaluru-mass-molestation-abu-azmi-956467-2017-01-22