
Jakarta 6 Juli 2022 – Women’s Empowerment Indonesia kembali hadir dengan Empowertalks. WEI mengundang Kak Agustini Nurur Rohmah, atau yang biasa disapa Kak Rima, sebagai narasumber. Kak Rima adalah seorang beauty influencer, content creator, sekaligus pemerhati isu perempuan dan kesetaraan gender. Kak Rima juga merupakan ketua Women Corps of Indonesian Moslem Students Movement (KOPRI) PKC DKI Jakarta 2020-2022. Empowertalks kali ini mengusung topik “Perlawanan Terhadap Kekerasan dan Pelecehan Seksual”.
Pembahasan mengenai isu kekerasan seksual berbasis gender sedang gencar-gencarnya digaungkan. Meski pada awalnya dinilai tabu, terlalu “kebarat-baratan”, dan jauh dari budaya ketimuran di Indonesia, pembahasan mengenai kasus kekerasan seksual yang selalu meningkat tiap tahunnya tidak dapat dihindari.
Peningkatan kasus kekerasan seksual tentu menjadi kekhawatiran, terutama bagi perempuan yang rentan menjadi korban. Namun di sisi lain, meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual menjadi salah satu tanda bahwa sudah mulai banyak korban yang berani untuk melapor dan mencari bantuan.

Melaporkan peristiwa pelecehan dan kekerasan seksual adalah salah satu upaya perlawanan. Namun, victim blaming dan stigmatisasi negatif yang kerap didapat oleh korban menjadi hambatan yang serius. Masih banyak korban pelecehan dan kekerasan seksual yang ragu, bahkan tidak berani untuk melapor. Hal tersebut dapat terjadi karena mereka takut akan stigma buruk, rasa malu, dan takut disalahkan oleh orang-orang di sekitar. Hal ini jelas akan memberatkan dan merugikan korban.
Terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual tidaklah mengurangi value dan harga diri korban yang berharga sebagai manusia. Pertolongan dan pendampingan untuk korban, baik secara hukum maupun psikologis, adalah hal yang krusial. Korban dapat melapor ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), ataupun Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di wilayah terdekat. Dengan pertolongan, penanganan dan pendampingan yang tepat, korban kekerasan seksual diharapkan akan tetap memiliki kesejahteraan dan masa depan yang baik.

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual adalah urgensi, yang membuat hadirnya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi kabar baik bagi kita semua. Akhirnya, kita memiliki payung hukum atau legal standing sebagai jawaban untuk penanganan kasus kekerasan seksual di negeri ini, dan penegakannya perlu terus menerus dikawal.
Beberapa upaya lain yang dapat dilakukan untuk melawan kasus pelecehan dan kekerasan seksual adalah mengedukasi lingkungan sekitar yang dimulai dari lingkup kecil seperti lingkungan keluarga atau RT/RW. Edukasi tersebut bisa berupa penjelasan mengenai apa-apa saja tindakan yang termasuk pelecehan dan kekerasan seksual, apa yang harus dilakukan jika terjadi, ke mana harus melapor, dan informasi penting lainnya. Edukasi terhadap anak-anak pun penting dilakukan, mengingat mereka juga sangat rentan menjadi korban.
Yang terpenting adalah hendaknya kita selalu memberi dukungan untuk orang terdekat atau siapapun yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Kita dapat menolong mereka untuk memperjuangkan hak-hak sebagai korban, seperti mendampingi selama proses pelaporan kasus dan pemulihan kondisi mental mereka. Semua elemen masyarakat pun harus turut bekerja sama dan berupaya mengawal penegakan UU TPKS, serta mengkampanyekan perlawanan terhadap pelecehan dan kekerasan seksual.