Fenomena Hustle Culture: Sehat atau Tidak?

Photo by cottonbro from Pexel

Dewasa ini, hustle culture tengah ramai dibicarakan sebagai gaya kerja anak muda zaman sekarang. “Kerja, kerja, kerja, tipes”, begitu kira-kira candaan yang dilontarkan jika sedang membicarakan mengenai tren hustle culture. Bekerja memang merupakan rutinitas yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Namun, bukan berarti hidup semata-mata untuk bekerja. Jika kalian merupakan orang yang “gila kerja”, gaya hidup seperti ini dapat merusak keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan (work-life balance). Mereka yang terjerat dalam hustle culture dinamakan hustlers. Terdengar keren? memang. Tapi jangan salah, meski ada segelintir orang yang mewajarkan budaya ini, hustle culture bisa berdampak buruk bagi kesehatan, lho!

“Sebenarnya apa sih hustle culture itu?”

Hustle culture merupakan sebuah gaya hidup yang menuntut diri untuk terus bekerja tanpa meluangkan sedikit pun waktu untuk beristirahat. Mereka yang menganut gaya hidup hustle culture biasanya beranggapan bahwa bekerja secara terus menerus merupakan hal yang “produktif” dan mengarah pada kesuksesan. Di zaman serba teknologi ini, produktif sangat diglorifikasikan oleh masyarakat. Banyak di antara mereka yang berlomba-lomba untuk produktif dengan mengunggah apa yang sedang mereka lakukan di media sosial. Terkadang, tren ini digunakan sebagai ajang untuk memamerkan produktivitas masing-masing individu. Mereka akan merasa tersaingi jika tertinggal jauh dari lawan atau bahkan kawan kerjanya. Tidak jarang dari mereka akan merasa bersalah ketika tidak bekerja lebih lama dari yang semestinya atau menggunakan waktu mereka untuk beristirahat sejenak.

Prevalensi dan normalisasi dari hustle culture merupakan suatu hal yang menarik untuk dibicarakan. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai unggahan di media sosial penuh dengan kutipan motivasional dalam bekerja, baik itu dalam konteks akademis maupun non akademis.

Don’t stop when you’re tired, stop when you’re done.”

Kalimat di atas merupakan salah satu kutipan yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang untuk terus menerus bekerja dan tidak akan berhenti sebelum pekerjaannya selesai. Juga berbagai celotehan lain yang isinya mengajak kita untuk mengejar kesuksesan di usia muda. Para hustlers akan termotivasi dengan kutipan-kutipan serupa untuk mencapai kesuksesan secara instan. Tidak sedikit dari mereka yang akan bekerja hingga larut, bahkan mengabaikan kesehatan dan jam tidur mereka.

“Adakah dampaknya bagi kesehatan?”

Jika kalian merasa terjebak dalam lingkungan yang menerapkan hustle culture, hal pertama yang harus dipahami adalah fakta bahwa hustle culture bukanlah suatu budaya yang baik bagi kesehatan fisik maupun mental. Mengadopsi budaya ini bisa menghasilkan persaingan yang tidak sehat dan dampak buruk lainnya. Dengan memaksakan diri untuk terus mencapai kesuksesan, tentu akan berdampak pada kesehatan tubuh. Hustle culture menempatkan tubuh dalam kondisi fight or flight. Kondisi tersebut merupakan reaksi tubuh saat menghadapi bahaya yang membuat kita memilih antara melawan (fight) atau pergi (flight). Hal ini dapat memicu terjadinya perubahan fisiologi di dalam tubuh. Hustle culture tidak memberikan waktu untuk beristirahat, sehingga kelelahan tidak dapat dihindari. Hal seperti ini tentunya dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental.

Apabila terus dilakukan, hustle culture dapat meningkatkan stres dan berujung pada burnout. Yakni merupakan kondisi dimana seseorang merasa lelah berkepanjangan karena stres akan pekerjaan yang berat.

Sebuah studi dalam jurnal Occupational Medicine mengatakan bahwa seseorang yang memiliki jam kerja lebih panjang, berapapun usianya, cenderung mengalami gangguan kecemasan, depresi, serta gangguan tidur. Jam kerja yang panjang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung karena aktivasi psikologis yang berlebihan. Selain itu, otak yang dipaksa bekerja tanpa henti dan mengerjakan banyak hal di waktu yang bersamaan (multitasking) juga dapat menurunkan produktivitas otak itu sendiri. Seperti organ tubuh lainnya, otak juga perlu istirahat. Lebih jauh lagi, terjebak dalam hustle culture dapat memicu para hustlers pada pemikiran bunuh diri. Sungguh mengerikan bukan?

“Lantas, apa yang harus kita lakukan agar terhindar dari hustle culture?”

Gaya hidup yang memprioritaskan pekerjaan di atas segalanya tentu sangatlah tidak sehat. Hal tersebut tidak hanya membahayakan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Untuk itu, yuk, simak beberapa cara berikut agar terhindar dari hustle culture!

Bangun Pola Pikir “Bekerja untuk Hidup”

Bekerjalah untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Hidup untuk bekerja sama saja mengubah diri menjadi robot. Kita akan kehilangan banyak hal berharga hanya karena terobsesi untuk bekerja. Memang pada dasarnya kita harus menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki, namun alangkah baiknya untuk tidak berlebihan dalam menyikapinya. Belajarlah mengajari diri untuk bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Dengan begitu, kita tidak akan terjebak dalam hustle culture.

Tidak Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Apapun pencapaianmu selama bekerja, nikmati dan syukurilah. Tidak perlu membandingkan dirimu dengan apa yang didapatkan orang lain karena hal tersebut hanya akan menambah rasa iri yang berujung pada ambisi. Memiliki pikiran bahwa kamu “kalah” dengan orang lain dapat membuatmu terjebak dalam fenomena hustle culture. Ingat bahwa setiap orang memiliki pace yang berbeda. Maka dari itu, jadikanlah mereka sebagai penyemangatmu, bukan sumber perbandinganmu atau parameter keberhasilanmu.

Luangkan Waktu untuk Istirahat

Dalam bekerja, kita semua tahu bahwa waktu merupakan hal yang paling utama. Tidak semua tugas harus dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Belajarlah mengalokasikan waktu untuk istirahat, refreshing, atau sekedar me time. Jangan hanya bersahabat dengan buku, internet, dan laptop saja, luangkan waktumu untuk bersosialisasi dengan keluarga maupun teman. Kalian juga dapat mengalihkan perhatian sejenak untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan dan dapat menghibur diri.

Kesehatan adalah Kunci

Bekerja memang perlu, tetapi kesehatan lebih penting. Melakukan sesuatu tentu tidak akan mendapat hasil yang maksimal jika kondisi tubuh tidak mendukung. Jika kesehatan mulai terganggu, maka hal tersebut berdampak pada penurunan produktivitas dan kinerja tubuh sehingga pekerjaan akan ikut terbengkalai. Sisihkan waktu untuk berolahraga sejenak agar tubuh tetap bugar dan jangan menunda makan. Biasakan untuk makan dan tidur secara teratur. Tak lupa, minum air yang cukup agar produktivitas tubuh tetap terjaga.

Mengetahui Batasan Diri

Cara terakhir untuk menghindari hustle culture adalah mengetahui batasan diri. Buatlah batasan yang jelas. Mulailah untuk tidak memaksakan diri hanya untuk memenuhi standar orang di sekitarmu. Pahami dirimu, tahu kapan badan butuh untuk istirahat, tahu kapan badan mampu untuk bekerja keras. Hal yang terpenting adalah mencapai target yang dibuat dan berusaha semaksimal mungkin tanpa harus memaksakan diri.

Nah, kamu sudah bisa menilai sendiri, kan? 😀

Mulai sekarang, seimbangkanlah kehidupan profesional dan kehidupan pribadimu agar semua dapat terkontrol sesuai kapasitasnya masing-masing. Jangan biarkan pekerjaan menyita seluruh waktumu, ya!

Penulis: Defara Dhanya

Editor: Setyoningsih Subroto


Referensi:

Aliya, H. (2021, 18 April). “Walau Dianggap Normal, Hustle Culture Bisa Berdampak Buruk Untukmu, Lho!”. ,https://glints.com/id/lowongan/hustle-culture-adalah/#.YYqosVOlY0F.

Balkeran, A. (2020). Hustle Culture and the Implications for Our Workforce. A Thesis Presented to The City University of New York (CUNY).

Costa, C. D. (2019, 28 April). “Stop Idolizing Hustle Culture and Do This Instead”. ,https://www.forbes.com/sites/celinnedacosta/2019/04/28/stop-idolizing-hustle-culture-and-do-this-instead/?sh=46e6fa5433cb.

Fadli, R. (2021). “Kerja Tanpa Istirahat Alias Hustle Culture, Apa Dampaknya Bagi Tubuh?”. ,https://www.halodoc.com/artikel/kerja-tanpa-istirahat-alias-hustle-culture-apa-dampaknya-bagi-tubuh.

“Hustle Culture and the Burnout Generation”. (2021, 26 Februari). ,https://www.thefineryreport.com/articles/2021/2/25/hustle-culture-and-the-burnout-generation.

“Kenali Hustle Culture, Gila Kerja yang Bisa Berujung Kematian”. (2021, 23 Agustus). ,https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/23/085753820/kenali-hustle-culture-gila-kerja-yang-bisa-berujung-kematian?amp=1&.

Tags:

Share this post:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *