Kala Kecantikan Menindas Tubuh Perempuan

Sumber: Freepik

Kecantikan pada dasarnya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari nilai yang sudah ada di dalam diri seseorang. Konstruksi sosial yang dibangun di masyarakat yang pada akhirnya menjadi kontrol atas tubuh perempuan. Konstruksi yang dibangun membentuk sebuah persepsi akan standar kecantikan yang ideal. Menurut Rhoda Unger, seorang psikolog feminis, dalam buku “Ada Serigala Betina dalam Diri Seorang Perempuan” yang dikutip dalam (Choirunnisa & Stiawan, 2023) menyebutkan bahwa bila mengikuti prinsip kurva normal, perempuan yang memiliki kecantikan di atas rata-rata atau telah mencapai standar kecantikan yang ada tidak mencapai 2,5% populasi. Angka tersebut sangat kecil jika perempuan harus mengikuti sebagian kecil dari standar yang ada. Lantas bagaimana masyarakat kita mendeskripsikan “kecantikan yang ideal”? Menurut Carolina (2015) terdapat keberagaman dalam melihat standar kecantikan dari berbagai negara dari negara satu dengan negara lainnya. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari faktor budaya, adat istiadat, dan kepercayaan sehingga kecantikan dinilai subjektif. Selain klasifikasi standar kecantikan menurut negara ada pula standar kecantikan berdasarkan generasi. Pada masa Yunani perempuan dengan tubuh besar lah yang dianggap cantik (Choirunnisa & Stiawan, 2023). 

Wacana Standar Kecantikan Perempuan Indonesia 

Saat ini media sosial tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sosial dan budaya di masyarakat. Media sosial memiliki peran untuk merepresentasikan informasi dan ide kepada publik. Sehingga secara tidak langsung media sosial turut aktif membentuk konstruksi sosial yang ada. Media sosial juga menyumbang gagasan akan identitas dari standar kecantikan itu sendiri. Salah satunya melalui aplikasi TikTok. Menurut data Statistik, Indonesia masuk negara dengan pengguna TikTok  terbesar kedua setelah Amerika Serikat dengan jumlah penggunanya mencapai 99,07 juta pada bulan April 2022. Konten yang diunggah pada platform tersebut pun beragam dan tidak membatasi ide dari penggunanya. Salah satu trend yang banyak ditemukan salah satunya adalah terkait make up dan fashion, hingga adanya julukan beauty influencer. Tak hanya mengunggah konten kecantikan para beauty influencer juga kerap dijadikan barometer akan standar kecantikan. Penggunaan otomatisasi media sosial juga membawa pergeseran pada trend kecantikan seperti trend kecantikan ala perempuan Korea Selatan (Korean Wave). Trend tersebut membuat banyak perempuan Indonesia mengikuti dari fashion, gaya rambut, hingga produk skincare. Tak jarang juga menginginkan kulit putih, wajah mulus, badan ideal dan rambut lurus sebagai tolak ukur kecantikan.. Perempuan berlomba untuk menjadi cantik dengan standar kecantikan yang sebenarnya bias dalam masyarakat. Tidak ada barometer khusus untuk mendefinisikan perempuan cantik yang ideal. Sebab perempuan memiliki karakteristik dan keunikannya masing-masing. 

Konstruksi sosial di masyarakat Indonesia memiliki pandangan bahwa perempuan yang termasuk kategori cantik ialah mereka yang memiliki kulit putih, tubuh semampai, dan berwajah simetris. Sehingga perempuan dengan kulit gelap, berhidung pesek, serta bertubuh besar tidak masuk ke dalam kategori perempuan cantik. Citra yang dibentuk oleh media sosial melalui visualisasi “perempuan cantik” inilah yang kemudian diinternalisasi dengan tanpa ampun mengukur ketidaksempurnaan tubuh perempuan (Tong, 2010). Pada akhirnya memaksa perempuan yang dianggap “tidak sempurna” untuk sibuk memperhatikan dan melengkapi ketidaksempurnaannya. Sehingga tak jarang perempuan memutuskan untuk merubah bentuk tubuh dan wajahnya untuk mengikuti standar yang abu-abu tersebut.

Perempuan Menderita untuk Menjadi Sosok Cantik

Plato dalam bukunya “Symposium” terdapat dialog yang terkenal mengenai konsep-konsep ideal yang abadi dan tak berubah: “Perempuan selalu menderita untuk bisa menjadi  sosok yang cantik” (Wolf, 2004). Kecantikan adalah sistem pertukaran seperti halnya standar emas. Perempuan dalam hierarki vertikal sesuai ekspresi dari relasi-relasi kekuasaan, dimana perempuan harus bersaing demi sumber daya yang diberi harga oleh laki-laki (Islamey, 2020). Ia menambahkan perempuan harus terlihat cantik untuk dapat dihargai di dalam masyarakat. Di era sekarang menjadi sosok cantik bagi perempuan merupakan sebuah privilege atau kerap disebut dengan beauty privilege

Sebagaimana penelitian milik Fachruddin dan Suka (2023) yang mengkritisi praktik intimidasi dan bullying yang dilakukan dalam pola komunikasi dengan gaya hate speech terhadap perempuan yang dianggap tidak memenuhi standar kecantikan. Pada penelitian tersebut berusaha mengungkap bagaimana seorang plus size influencer Indonesia, Clarissa Putri, untuk survive di tengah konstruksi masyarakat terkait standar kecantikan bagi perempuan. Adanya asumsi publik yang menyebutkan Clarissa enggan diet agar mendapatkan bentuk tubuh ideal. Padahal pada kenyataannya Clarissa mengungkap telah melakukan percobaan diet selama 27 tahun dan karena adanya kesalahan motivasi dirinya mengalami sakit pada bagian lambung yang cukup serius. Berkaca pada permasalahan tersebut, hal itu membuktikan bahwa menjadi cantik merupakan hal sulit karena adanya tolak ukur yang bias. 

Merawat diri dengan menggunakan skincare diusahakan karena rasa tanggung jawab atas diri sendiri bukan untuk memaksa memenuhi tuntutan standar kecantikan yang tidak relevan pada diri sendiri. Sebab cantik bukan sebatas fisik melainkan kecantikan adalah yang terpancar dari inner beauty dan dirasakan sekeliling kita. Perlunya mencintai diri sendiri dan menerima segala kekurangan dan kelebihan dalam diri agar dapat mendefinisikan ulang makna ‘cantik’.

Referensi: 

Choirunnisa & Hendy, S. (2023). Analisis Semiotika Standar Kecantikan Perempuan di Era Generasi Z melalui Media Sosial TikTok: Akun TikTok Jharna Bhagwani, Nanda Arsyinta. Jurnal of Social and Political Science, Vol 3 (1), pp. 115-126. 

Fachruddin, C.,F.,S & Suka, I.,C.,B.,G. (2023). Pengaruh Pengguna TikTok terhadap Kesadaran Body Positivity pada Followers Perempuan (Studi Kasus: TikTok Clarissa Putri). Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, Vol 4 (1), pp. 8-14.

Islamey, G.,R. (2020). Wacana Standar Kecantikan Perempuan Indonesia pada Sampul Majalah Femina. Jurnal PIKMA: Publikasi Ilmu Komunikasi Media dan Cinema, Vol. 2 (2), pp110-119. 

Tong, R.,P. (2010). Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Pemikir Feminis. Terj. Aquarini Priyatna Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra.

Wolf, N. (2004). Mitos Kecantikan: Kala Kecantikan Menindas Perempuan. Yogyakarta: Penerbit Niagara. 

Penulis : Okamaisya Sugiyanto

Editor : Desy Putri R.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *