
TRIGGER WARNING! : pemerkosaan, kekerasan seksual pada anak, meninggal dunia.
Lini masa berita maupun media sosial akhir-akhir ini ramai bermunculan kasus pemerkosaan yang menimpa perempuan. Salah satu kasus yang sedang hangat diperbicangkan pada platform media sosial Twitter adalah pemerkosaan yang menimpa gadis usia 14 tahun hingga menyebabkan korban meninggal dunia pada Senin, 19 Juni 2023. Kasus ini sontak menyita banyak perhatian pengguna Twitter karena kondisi korban yang memprihatinkan ditambah keluarga dari pihak korban yang tidak membela korban.
Peristiwa ini terungkap ke publik ketika salah satu tetangga korban mengunggah kasus ini ke laman media sosial Twitter. Menurut cuitan akun @gviyasxc, korban merupakan gadis usia 14 tahun bersekolah di pesantren yang saat itu sedang pulang ke rumah dalam rangka liburan sekolah. Pelaku berusia 19 tahun (laki-laki) merupakan tetangga dari korban. Aksi pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku ternyata telah dilancarkan berkali-kali kepada korban pada saat bulan Ramadhan yang lampau dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan.
Usut punya usut, keluarga korban masih memiliki hubungan keluarga dengan keluarga pelaku. Tetangga sebagai saksi menyatakan bahwa sebelum korban meninggal setelah pemerkosaan dilakukan berkali-kali, korban beberapa kali dibawa ke rumah sakit dan terlihat dari cara korban berjalan yang menunduk dan mengeluh perutnya sakit. Diketahui bahwa korban mengalami komplikasi beberapa organ dalam dan pembuluh darah pecah akibat depresi serta terjadi pendarahan pada alat kelaminnya. Namun, nahasnya pihak keluarga beralasan bahwa korban hanya mengalami sakit asam lambung.
Persoalan ini menurut keterangan saksi telah diselesaikan secara kekeluargaan oleh kedua belah pihak. Setelah kejadian tersebut terungkap diantara pihak keluarga korban dan pelaku, sebelum korban meninggal dunia, sepakat hendak menikahkan korban dengan pelaku. Bahkan, pihak keluarga pelaku dan pelaku itu sendiri tidak merasa bersalah terhadap kematian korban dan justru menyalahkan korban yang dianggap sebagai perempuan ‘genit’.
Kasus pemerkosaan diatas cukup merisaukan sebab bisa saja banyak kasus serupa yang tidak terungkap ke publik. Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku yang masih memiliki hubungan keluarga dengan korban, dengan mudahnya diselesaikan secara kekeluargaan saja. Pada akhirnya mengesampingkan pihak korban yang tertekan akibat depresi hingga meninggal dunia. Bahkan yang lebih parah dari kasus diatas adalah pihak keluarga pelaku yang menyalahkan korban karena dianggap genit. Lantas bagaimana nasib keadilan bagi korban yang tidak hanya mengalami sakit fisik namun juga psikis secara berkepanjangan?
Persoalan diatas masih erat kaitannya dengan kesadaran serta pemahaman masyarakat terkait perilaku pelaku pemerkosaan yang dianggap tidak bersalah namun hanya terbawa nafsu oleh tampilan korban. Pemahaman sebagian masyarakat yang masih menganggap kekeliruan terletak pada pihak perempuan merupakan pemikiran konvensional. Sehingga, persoalan ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama untuk meningkatkan kesadaran terhadap pemerkosaan dan kekerasan seksual yang juga mengintai anak-anak.
Selain edukasi diberikan kepada masyarakat yang memiliki sanak saudara sebagai pelaku kekerasan seksual agar mereka tidak serta merta membela namun bisa tergerak untuk melaporkan perbuatannya. Edukasi perlu diberikan kepada anak-anak. Anak-anak perlu dibekali pemahaman secara berkala terkait pendidikan seksual. Sehingga, anak-anak bisa memiliki pemahaman terhadap bagian tubuh yang harus dilindungi dari orang lain, siapapun itu. Serta memiliki pemahaman dini terhadap cara pertolongan pertama apabila akan maupun sudah mengalami kasus pemerkosaan dan kekerasan secara seksual.
Masyarakat nampaknya masih memegang pandangan bahwa korban sebagai pihak yang bersalah karena bertingkah ‘genit’ atau semacamnya sehingga sering menyudutkan korban. Padahal belum tentu begitu, sebab faktanya anak-anak dengan kepolosan yang dimiliki tetap dapat menjadi korban. Sehingga, tidak bisa serta merta anak-anak menjadi penyebab pelaku melakukan kejahatan seksual. Seharusnya pelaku-lah yang harus dijatuhi hukuman karena menyasar anak-anak sebagai objek pemuas fantasi seksual mereka bahkan melakukan kekerasan seksual hingga berimplikasi baik secara fisik maupun psikologis anak-anak hingga depresi berkelanjutan.
Sehingga, inilah pekerjaan rumah kita bersama sebagai pihak yang sadar akan maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa pada anak-anak. Terutama keadilan yang harus didapatkan oleh korban kekerasan seksual tersebut secara tuntas. Kasus diatas menjadi saksi nyata bahwa keadilan bagi korban masih nihil didapatkan hingga nyawa menjadi taruhan bagi korban.
Pihak orang tua maupun calon orang tua perlu mendapatkan pemahaman secara komprehensif terkait kekerasan seksual terhadap anak-anak. Supaya kasus serupa tidak hanya diselesaikan secara kekeluargaan, namun pelaku bisa dihukum sesuai aturan per-undang-undangan. Pihak korban harus mendapat penanganan rehabilitasi secara khusus baik secara fisik hingga psikologis, hingga bisa melanjutkan sekolah dan tetap melanjutkan hidup untuk meraih cita-citanya. Semoga dengan tulisan ini, sedikit membantu kita semua untuk lebih giat dalam menyadarkan lingkungan sekitar maupun yang paling dekat yakni keluarga. Kesadaran untuk lebih peka dan tanggap memperjuangkan keadilan bagi korban anak-anak yang mendapat kekerasan seksual serta tak lupa lebih lanjut mampu melakukan tindakan preventif secara tepat agar anak-anak tidak menjadi korban.
Penulis : Aisyah Fitri A.
Editor : Desy Putri R.