Kesetaraan Kontrasepsi: Berkontrasepsi Bukan Hanya Tanggungjawab Wanita

Berbagai penemuan dalam bidang medis telah memberikan banyak kemudahan bagi hidup manusia. Salah satu penemuan yang paling revolusioner ialah alat kontrasepsi yang memungkinkan pasangan untuk mengendalikan jumlah kelahiran sesuai dengan keinginan mereka. Namun semakin berkembangnya zaman, mulai terjadi ketimpangan berbasis gender dalam penerapan pengendalian jumlah keturunan ini.

Selama ini upaya berkontrasepsi seolah hanya dibebankan kepada pihak wanita. Wanita yang harus memakai alat kontrasepsi dan bertanggungjawab terhadap sistem reproduksinya agar kehamilan tidak terjadi. Padahal pihak pria juga memiliki peran yang krusial. Suatu pembuahan dapat terjadi karena sel sperma pria bertemu dengan sel telur wanita. Oleh karena itu, bagaimana mungkin hanya wanita yang bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kehamilan?

Kesetaraan (setara) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai keadaan sama tingginya/tingkatnya/kedudukannya, keadaan seimbang, dan sepadan. Sedangkan kontrasepsi adalah cara atau alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan. Kesetaraan kontrasepsi dapat diartikan sebagai kesamaan kedudukan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan untuk membicarakan serta membuat keputusan dalam upaya pencegahan kehamilan.

Ada banyak jenis alat kontrasepsi yang beredar di masyarakat, baik untuk perempuan maupun laki-laki. Namun jenis alat kontrasepsi untuk perempuan jumlahnya jauh lebih banyak, setidaknya untuk saat ini. Sementara jenis alat kontrasepsi yang paling sering digunakan untuk laki-laki masih terbatas pada kondom dan vasektomi. Meskipun saat ini telah dilakukan banyak penelitian untuk menciptakan jenis alat kontrasepsi lain bagi pria, misalnya pil seperti layaknya pil KB untuk perempuan, atau terapi hormonal, namun perkembangannya masih berjalan sangat lambat.

Ada beberapa alasan mengapa penelitian untuk menemukan alat kontrasepsi bagi pria seakan berjalan di tempat. Pertama, fakta bahwa pria mampu menghasilkan sekitar 1000 sel sperma per detik membuat para ahli beranggapan akan lebih mudah menerapkan alat kontrasepsi pada wanita yang rata-rata hanya menghasilkan satu sel telur setiap bulannya. Kedua, adanya efek samping kesehatan yang dikhawatirkan dari penggunaan obat tersebut, misalnya studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism menyatakan bahwa dari 320 partisipan laki-laki yang menerima suntikan kontrasepsi, beberapa di antaranya merasakan efek samping seperti timbulnya jerawat, nyeri otot, dan gangguan perasaan. Studi lain menyatakan bahwa sediaan testosteron dalam pil kontrasepsi untuk laki-laki memiliki efek samping peradangan hati. Namun semua risiko efek samping itu juga sejatinya dimiliki oleh obat kontrasepsi perempuan yang sudah lebih lama ada. Ketiga, menurut Dr. Jesse Mills, direktur Men’s Clinic di UCLA, salah satu alasan mengapa kontrasepsi oral bagi pria belum dapat tersedia adalah karena kurangnya motivasi dari para pria tersebut untuk mengambil peran dalam penelitian. Hal ini berkaitan dengan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Prinsip obat kontrasepsi yang menghambat perkembangan sperma dikhawatirkan dapat mengganggu kesuburan pria. Namun, penelitian lain seperti yang ditampilkan dalam the American Chemical Society, telah mulai dilakukan untuk menciptakan obat kontrasepsi non hormonal yang tidak memiliki efek samping serius. Oleh karena itu, tidak ada alasan kuat untuk menunda atau bahkan menghentikan penelitian terhadap obat kontrasepsi untuk pria.

Keterbatasan jenis kontrasepsi bagi pria saat ini, bukan berarti beban berkontrasepsi harus dilimpahkan sepenuhnya kepada wanita. Pria masih dapat berkontribusi secara aktif. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masih ada kondom dan vasektomi yang dapat menjadi pilihan. Jika pria khawatir dengan efek permanen yang ditimbulkan dari vasektomi, maka mereka dapat memilih pemakaian kondom. Pemakaian kondom bukan hanya dapat mencegah terjadinya kehamilan, namun juga dapat mencegah penularan penyakit seksual dengan harga yang jauh lebih ekonomis.

Selain dari sisi ketersediaan alat kontrasepsi, bias gender juga terjadi di tingkat layanan kesehatan. Selama ini jika ada kegiatan pengenalan alat kontrasepsi, sasaran utamanya ialah wanita/istri. Sementara sosialisasi pemakaian kondom masih sering menjadi tabu karena stereotip mendukung pemakaian kondom sama dengan mendukung seks bebas yang masih ada di masyarakat.

Pada hakikatnya keputusan untuk berkontrasepsi harus melibatkan kedua belah pihak. Beban tersebut harus ditanggung oleh pihak-pihak tersebut. Pemakaian alat kontrasepsi sejatinya dapat dilakukan secara bergiliran atau bahkan kedua belah pihak sama-sama memakainya untuk mencapai hasil yang maksimal. Selain itu, perempuan meskipun telah menjadi istri seseorang, tetap memiliki hak atas tubuhnya. Mereka berhak memutuskan apa yang masuk ke dalam tubuhnya. Jika mereka merasa tidak nyaman atau bahkan tidak mampu memakai alat kontrasepsi karena suatu alasan medis tertentu, maka sudah seharusnya tanggungjawab itu diambil oleh pasangannya. Di sisi lain, jika pemakaian alat kontrasepsi oleh pihak wanita dianggap lebih efektif, bukan berarti pihak pria dapat lepas tangan begitu saja. Mereka masih memiliki tanggungjawab untuk setidaknya memastikan tidak terjadi hal-hal yang merugikan pasangannya karena berdasarkan penelitian diketahui bahwa ada banyak efek samping yang dirasakan oleh wanita pengguna alat kontrasepsi, antara lain mual, perubahan hormon, alergi, perubahan suasana hati, bahkan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius meskipun jarang terjadi.

Referensi:

Radiah. 2022. Kontrasepsi Tepat Tingkatkan Kesehatan Reproduksi. [Online] Available at: 

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1143/kontrasepsi-tepat-tingkatkan-kesehatan-reproduksi

Balbach, M. et al. 2023. On-demand male contraception via acute inhibition of soluble adenylyl cyclase. [Online] Available at: 

https://www.nature.com/articles/s41467-023-36119-6

Suryaningrum, M.A. 2020. Peran Gender dalam Ber-KB. [Online] Available at: https://www.bkkbn.go.id/berita-peran-gender-dalam-ber-kb

Pratt, E. 2022. Nonhormonal Birth Control for Men Shows Promise in Early Research. [Online] Available at: 

https://www.healthline.com/health-news/nonhormonal-birth-control-for-men-shows-promise-in-early-research

Penulis: Lailatussyifah Nasution 

Editor: Desy Putri R.

Tags:

Share this post:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *