
Seksualitas merupakan salah satu ranah yang paling pribadi, dan secara umum privat dalam kehidupan individu. Kata “seksual” mempunyai dua pengertian. Pertama, dapat diartikan sebagai hal reproduksi atau perkembangan lewat penyatuan individu yang berbeda. Kedua, secara umum dapat diartikan menyinggung tingkah laku, perasaan atau emosi yang bersosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous atau dengan proses perkembangbiakan. Sementara penyimpangan seksual dapat didefinisikan sebagai perilaku seseorang yang dianggap menyimpang atau menyalahi aturan yang sudah ditetapkan dalam masalah seksual.
Hiperseksualitas atau perilaku seksual berlebihan, adalah suatu istilah yang merujuk pada hasrat untuk melakukan aktivitas seksual pada satu tingkat yang dianggap sangat tinggi dalam hubungannya dengan perkembangan yang normal. Dengan kata lain hiperseksual dapat diartikan sebagai obsesi hiperbola terhadap seks, namun umumnya penderita tidak menyadari hal tersebut terjadi padanya, ditandai dengan tingginya keinginan untuk melakukan hubungan seksual dan sulitnya mengontrol keinginan tersebut. Hal tersebut merupakan keasyikan berlebihan menggunakan fantasi, dorongan, atau perilaku seksual yang sulit dikendalikan. Pada kondisi eksklusif, orang yang mengalami hiperseks mungkin terlibat dalam kondisi pornografi, prostitusi, masturbasi, dan masih banyak lagi.
Perilaku seks kompulsif secara umum dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang dialami seseorang dalam mengendalikan impuls atau dorongan seks. Akibat hal tersebut, seseorang tidak mampu untuk menolak godaan atau dorongan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri atau pun orang lain. Pada kelainan seks ini, perilaku normal dapat berubah menjadi kebiasaan yang ekstrim.
Pada tahun 2010, American Psychiatric Association merilis draf, kriteria awal yang bisa mendefinisikan “kecanduan seks”, yang secara resmi dianggap Gangguan Hiperseksual. Gangguan hiperseksual hanya dapat didiagnosis di orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih, menurut kriteria draf tersebut. Berikut yang disebut gangguan hiperseksual;
- Selama periode setidaknya enam bulan, seorang mengalami fantasi seksual yg berulang dan intens, dorongan seksual, serta sikap seksual sehubungan dengan empat atau lebih.
- Orang tadi mengalami tekanan atau gangguan pribadi yang signifikan secara klinis dalam bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi krusial lainnya yang terkait menggunakan frekuensi dan intensitas fantasi, dorongan, serta perilaku seksual ini.
- Fantasi, dorongan, serta perilaku seksual ini bukan sebab efek fisiologis eksklusif dari obat-obatan atau pengobatan, atau karena episode manic.
Secara fisik, biasanya terdapat adanya gangguan metabolisme di dalam tubuh atau terjadi pada bagian saraf. Sedangkan secara psikologis, karena adanya rasa trauma atau pola pikir yang berubah. Prof, Dr, Wimpie Pangkahila dalam hal ini juga turut menjelaskan beberapa penyebab yang diduga penyebab seseorang menjadi hiperseks diantaranya yaitu:
- Abnormalitas otak. Penyakit atau kondisi medis tertentu kemungkinan dapat menimbulkan kerusakan pada bagian otak yang telah dipengaruhi oleh perilaku seksual. Penyakit seperti multiple sclerosis, epilepsy, dan demensia juga berkaitan dengan hiperseks.
- Senyawa kimia otak. Senyawa kimia pembawa pesan antar sel otak seperti serotonin, dopamine, norepinephrine dan zat kimia alami lain dalam otak berperan penting bagi fungsi seksual.
- Androgen. Hormon seks ini secara alami terdapat pada laki-laki dan perempuan. Walaupun androgen juga memiliki peran yang sangat penting dalam memicu hasrat atau dorongan seks.
- Perubahan sirkuit otak. Beberapa ahli membuat teori bahwa hiperseks adalah sebuah jenis kecanduan yang seiring berjalannya waktu menimbulkan perubahan para sirkuit syaraf otak. Sirkuit ini merupakan jaringan syaraf yang menjadi sarana komunikasi antara satu sel dengan sel lain dalam otak.
Seseorang yang memiliki kecanduan terhadap seks umumnya memiliki serta menunjukan tanda-tanda hiperseks seperti berikut:
- Tidak mampu membatasi diri dalam memenuhi dorongan seksual. Contohnya seperti secara terus-terusan melakukan hubungan intim, mengonsumsi pornografi, dan masturbasi secara berlebihan.
- Tidak kunjung mendapatkan kepuasan seksual meskipun telah melakukan aktivitas seksual dalam waktu lama.
- Merasa bersalah dan membenci diri sendiri karena terobsesi dengan aktivitas seksual tetapi tidak dapat berhenti melakukannya.
- Sempat untuk lepas dari obsesi terhadap hal seksual, tetapi kerap gagal dan kambuh dalam prosesnya.
Cara menangani atau pengobatan hiperseksual
Hiperseksual atau hypersex adalah gangguan yang membutuhkan penanganan medis dari professional seperti psikolog, psikiater, atau terapi seks. Cara pengobatannya juga tergantung dari penyebab dan faktor yang memengaruhi kondisi hiperseksual.
Berikut ini adalah pengobatan yang sangat penting dalam mengatasi berbagai kecanduan:
- Psikoterapi
Salah satu metode psikoterapi yang bisa dilakukan dalam pengobatan hiperseksualitas adalah dengan cognitive behavioral therapy atau CBT. Terapi ini bertujuan untuk mengidentifikasi konflik internal, mengubah pola pikir negative, dan meningkatkan kesadaran diri.
- Terapi kelompok
Terapi kelompok ini melibatkan sesi regular dengan sejumlah kecil pecandu seks lainnya. Jenis terapi ini sangat bermanfaat karena masing-masing anggota dapat mendukung dan belajar dari pengalaman masing-masing
- Obat-obatan
Selain psikoterapi, psikiater juga akan meresepkan obat-obatan yang dapat membantu proses penyembuhan gangguan kecanduan. Beberapa obat dapat membantu mengurangi perilaku kompulsif dan pikiran obsesif berlebihan tentang hal yang berkaitan dengan seks. Obat ini biasanya menargetkan kerja hormon tertentu yang terkait dengan kecanduan seks, seperti androgen, dopamine, dan norepinephrine.
Referensi:
Suri, Sofyan. (2011). Hiperseksual suami sebagai alasan perceraian.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4970/1/SOFYAN%20SURI-FSH.pdf
Kemala, Fidhia. (2022). Hiperseksual, gangguan yang menyebabkan kecanduan seks.
https://hellosehat.com/seks/tips-seks/hypersex/
Penulis: Amelia Az-Zahra
Editor: Desy Putri R.