Mengenal Konsep Feminisme dari 5 Rekomendasi Buku Bertemakan Ketimpangan Gender

Ketimpangan gender yang sudah terjadi sejak zaman dahulu membuat masyarakat semakin menyadari betapa pentingnya kesetaraan. Kesadaran akan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan melahirkan sebuah gerakan yang bernama feminisme. Feminisme adalah gerakan yang digalakkan untuk menuntut keadilan dan kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan. Namun, konsep feminisme terkadang masih sulit dipahami oleh banyak pihak, sehingga diperlukan berbagai literatur pendukung agar membantu mereka yang ingin memahami konsep feminisme yang sebenarnya. Literatur pendukung tersebut bisa bersumber dari buku bacaan, baik itu fiksi, maupun non-fiksi.

Berikut ini adalah 5 rekomendasi buku yang dapat membantumu mengenal apa itu konsep feminisme:

  1. Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982

Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982 merupakan sebuah novel asal Korea Selatan yang ditulis oleh Cho Nam Joo dan terbit pada tahun 2016. Novel ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi sang penulis sebagai seorang istri sekaligus wanita karier yang harus berhenti bekerja demi mengurus rumah tangganya. 

Lahir dan tumbuh dalam lingkungan dengan budaya patriarki yang kuat, membuat Kim Ji-Yeong mengalami banyak tekanan dalam hidupnya. Dimulai dari keluarga, yang seharusnya menjadi tempat teraman untuk setiap orang, Kim Ji-Yeong dan sang kakak menjadi pihak “nomor dua” yang termarjinalkan, hanya karena mereka seorang perempuan. Ketidakadilan tersebut terus berlanjut, baik di lingkungan sekolah, kuliah, kerja, bahkan ketika ia memutuskan untuk berhenti bekerja demi mengurus anaknya.

Berbagai bentuk ketidakadilan gender yang diterima Kim Ji-Yeong, seperti subordinasi, diskriminasi gender, marginalisasi, serta kekerasan psikologis yang berlangsung secara terus-menerus menjadi pemicu timbulnya gangguan mental di kemudian hari.

Dalam menceritakan kilas balik hidup Kim Ji-Yeong, novel ini dibagi atas enam bagian, yaitu, “Musim Gugur 2015”, “1982-1994”, “1995-2000”, “2001-2011”, “2012-2015”, dan “2016”.

Buku ini merupakan bentuk kritik sosial penulis terhadap struktur sosial di Korea Selatan, di mana ketidakadilan gender terhadap perempuan dan perilaku misoginisme sudah dianggap hal normal oleh sebagian besar masyarakat.

  1. Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam

Berlatarkan Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur, novel ini ditulis Dian Purnomo atas keresahannya terhadap adat kawin tangkap yang banyak merugikan kaum perempuan.

Kawin tangkap adalah tradisi turun temurun, di mana pihak laki-laki menculik paksa perempuan yang ingin dinikahinya. Pelaksanaan adat tersebut di masa modern ini bisa dibilang sudah melenceng dari HAM.

Novel ini bercerita tentang Magi Diela, seorang perempuan yang sangat menikmati rutinitasnya sebagai tenaga honorer di Dinas Pertanian Sumba. Ia memiliki rencana jangka panjang mengenai masa depan dan keluarganya agar lebih sejahtera. Namun, semua hal, baik yang telah ia capai, maupun rencananya, berubah hanya dalam satu malam setelah menjadi korban kawin tangkap.

Perjuangan Magi untuk mendapatkan keadilan sangat berliku, ia berkali-kali mengalami kekerasan fisik dan seksual, bahkan sampai mempertaruhkan nyawanya. Ia berusaha melepaskan diri, hingga melakukan percobaan bunuh diri ketika merasa sudah tidak punya harapan lagi.

Perjuangan Magi Diela untuk melepaskan diri dari cengkeraman tradisi yang hanya mengobjektifikasi perempuan, menjadi bentuk pemberontakan terhadap adat patriarkis yang merenggut kebebasan perempuan.

  1. Perempuan di Titik Nol

source: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perempuan_di_Titik_Nol

Nawal El-Saadawi, seorang dokter perempuan asal Mesir, menuangkan kritiknya terhadap budaya Arab yang begitu kental dengan nilai-nilai patriarki lewat salah satu novel yang berjudul Perempuan di Titik Nol.

Novel ini beralur maju mundur dalam menceritakan kisah hidup Firdaus, anak perempuan yang terlahir dalam keluarga petani miskin di sebuah desa dan kemudian menjadi seorang pekerja seks komersial dengan bayaran tertinggi ketika dewasa.

Ketika kedua orang tuanya meninggal, ia dirawat oleh pamannya di Kairo, yang kemudian menyekolahkannya hingga SMA. Firdaus adalah anak yang sangat cerdas. Seharusnya ia melanjutkan sekolahnya sampai perguruan tinggi, tetapi pamannya menikahkannya dengan seorang lelaki tua kaya raya demi mahar yang sangat mahal. Mahar tersebut membuat suaminya merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi tubuh, seksual, dan hak asasi Firdaus.

Penempatan perempuan menjadi manusia nomor dua dan penciptaan mitos bahwa kodrat perempuan adalah melakukan pekerjaan domestik menjadi alasan Firdaus tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.

Sejak kecil, Firdaus telah melihat dan menyadari bahwa seseorang akan diperlakukan sebagai individu nomor satu apabila ia berjenis kelamin laki-laki. Selama hidupnya, Firdaus berulang kali mendapat kekerasan fisik dan pelecehan seksual.

Setelah melarikan diri, ia menjadi seorang pekerja seks komersial dengan bayaran tertinggi. Ia kemudian dijatuhi hukuman gantung karena membunuh seorang germo. Alih-alih bersedih, Firdaus justru menyambut hukuman tersebut dengan hati gembira karena menganggap hukuman tersebut sebagai satu-satunya jalan untuk kebebasan sejati.

Novel Perempuan di Titik Nol menjadi gambaran sulitnya hidup seorang perempuan dalam budaya patriarki yang mendapatkan kekerasan sepanjang hidupnya.

  1. I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban

I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban merupakan buku yang menceritakan kisah nyata hidup Malala Yousafzai, seorang anak perempuan asal Pashtun, Pakistan. Bagi orang Pashtun, perempuan tidak memiliki peranan yang cukup penting dalam masyarakat. Perempuan dipandang hanya bertugas melakukan tugas domestik rumah tangga sehingga kelahiran seorang anak perempuan dalam keluarga dianggap bukan pertanda yang baik.

Namun, hal demikian tidak berlaku bagi Ziauddin, ayah Malala. Ia menyambut kelahiran anak perempuannya dengan gembira dan meyakini bahwa anak perempuan juga memiliki hidup yang setara dengan laki-laki.

Perempuan dan anak selalu berada di bawah tekanan kaum laki-laki. Mereka tidak diperkenankan bersekolah dan bepergian tanpa muhrimnya. Apabila melanggar, mereka akan mendapat hukuman. 

Malala dan ayahnya berjuang untuk melawan penindasan terhadap kaum perempuan di Pakistan. Namun, upaya mereka dalam melakukan hal tersebut tidaklah mudah karena harus menghadapi perang antara militan Taliban dan militan Pakistan yang kontra feminis.

Demi memperjuangkan pendidikannya, Malala tertembak 3 peluru oleh militan Taliban yang tidak memberi perempuan izin untuk mengenyam pendidikan. Malala berkata ia tidak ingin dikenal sebagai anak yang tertembak Taliban, tetapi anak yang berjuang untuk pendidikan.

  1. Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan

source: instagram.com/imgriss

Buku yang ditulis oleh Ester Lianawati ini merupakan perpaduan teori psikologi dan feminisme dari penyelidikan diri, kisah hidup beberapa perempuan, dan dari penulis sendiri.

Menurut penulis, perempuan dan serigala betina memiliki kesamaan. Keduanya memiliki indera yang tajam, intuisi kuat, kepedulian terhadap sesama, keberanian, kemampuan beradaptasi dalam berbagai situasi dan kondisi, serta kekuatan dan daya tahan. Namun, naluri-naluri tersebut pada akhirnya dijinakkan oleh sistem dan aturan yang ada di dalam masyarakat sehingga perempuan dihantui oleh ketakutan setiap kali akan bertindak ataupun mengambil keputusan. Penulis membahas stereotip-stereotip tentang perempuan yang berkembang dalam masyarakat dari sudut pandang psikologis.

Buku ini terdiri atas tiga bagian besar. Bagian pertama berjudul “Psikologi Feminisme: Apa dan Bagaimana”, yang membahas feminisme dalam konteks sejarah psikologi. Bagian kedua berjudul “Semesta Tak Terlihat”, yang membahas feminisme dalam kehidupan sehari-hari dan berisi beberapa surat yang dibuat penulis untuk anak-anak perempuannya. Bagian ketiga berjudul “Mari Kita Bicarakan Kekerasan Terhadap Perempuan”, yang membahas kekerasan terhadap perempuan dan kisah pribadi penulis yang ia alami sewaktu di bangku sekolah dasar.

Buku ini ditulis untuk memberi pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya meretas patriarki yang membatasi ruang gerak perempuan dalam hampir segala aspek kehidupan.

 Referensi:

Ahmadi, A., & Damayanti, E. (2022). Pemberontakan Budaya Patriarki Dalam Novel Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam Karya Dian Purnomo: Kajian Antropologi Feminisme Henrietta L. Moore. Bapala, 9(2), 84–97.

Fujianty, E., & Lahir, M. (2021). Kajian Feminisme Dalam Novel Kim Ji Young Born 1982 Karya Cho Nam Joo. 2(2), 34–47.

Utami Maulida. (2019). Feminisme Novel Perempuan Di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi. Dirasah, 2(3), 15–16.

Yousafzai, M., & Christina, D. A. N. (2015). Kajian Feminisme terhadap Novel I am Malala (The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by The Taliban) Karya Malala Yousafzai dan Christina Lamb. Dialektika: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, Dan Matematika, 1(2), 143–157.

Kurniawan, W. (2022). Buku ‘Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan’: Stop Menjinakkan Perempuan. Konde.co. Retrieved August 20, 2022 from https://www.konde.co/2022/01/ada-serigala-betina-dalam-diri-setiap-perempuan-stop-menjinakkan-perempuan.html/

Share this post:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *