Menggapai Indonesia yang Lebih Inklusif: Memahami Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016

Sumber gambar : vecteezy

Di dunia modern yang serba cepat, terlalu mudah bagi kita untuk mengabaikan pertempuran yang diperjuangkan oleh mereka yang menghadapi tantangan yang luar biasa setiap harinya. Kelompok disabilitas menavigasi dunia yang seringkali gagal memenuhi kebutuhan mereka. Inilah saatnya bagi kita untuk meningkatkan kesadaran memperluas dukungan dan merangkul kekuatan hukum disabilitas sebagai katalisator perubahan. Artikel ini akan membantu kamu dalam memahami ranah hukum disabilitas untuk jalan menuju masyarakat Indonesia yang lebih inklusif dan adil.

Apa Itu Disabilitas?

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, disabilitas juga bisa diartikan sebagai setiap kondisi tubuh atau pikiran (impairment) yang membuat orang dengan kondisi tersebut lebih sulit untuk melakukan aktivitas tertentu (keterbatasan aktivitas) dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya (pembatasan partisipasi) (CDC, 2020). Lalu, menurut WHO, disabilitas bukanlah murni konstruksi biologis atau sosial, tetapi merupakan hasil interaksi antara kondisi kesehatan dan faktor lingkungan dan pribadi (WHO, 2023). Meskipun ada banyak cara untuk mendefinisikan disabilitas, jelas bahwa tidak ada satu definisi pun yang dapat mencakup cakupan luas disabilitas yang dialami penyandang disabilitas. Walaupun disabilitas dapat dipikirkan dan dipahami dalam banyak cara yang berbeda, tidak satu pun dari definisi tersebut yang sepenuhnya bisa menangkap betapa rumitnya kondisi yang mereka alami. Hal ini karena pengalaman disabilitas setiap orang berbeda-beda satu definisi tidak dapat mencakup semua jenis disabilitas yang beragam.Oleh karena itu, penting untuk menciptakan aturan atau undang-undang yang mengatur tentang definisi disabilitas dan hak penyandang disabilitas, seperti Undang-Undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, yang mendefinisikan:

“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”

Undang-undang ini mengikuti ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada tahun 2011 dan komitmen pemerintah Indonesia untuk menghapus diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dan secara aktif bekerja untuk mendukung dan memberikan layanan kepada segmen populasi ini. Ini juga mendukung prinsip bahwa program publik bersifat inklusif dan dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Keberadaan undang-undang tersebut penting karena dapat membantu membuat masyarakat bersikap lebih terbuka dan berperilaku adil akan eksistensi penyandang disabilitas. 

Undang-undang tersebut juga menegaskan pentingnya membangun kesadaran masyarakat tentang hak-hak penyandang disabilitas dan mengurangi stigma yang sering terjadi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, undang-undang ini mendorong pendidikan yang inklusif, di mana penyandang disabilitas diberikan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang sesuai dengan potensi mereka. Selain itu, undang-undang ini juga mendorong pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas melalui program pelatihan, bantuan finansial, dan akses yang lebih mudah ke pasar kerja.

Undang-undang ini juga memperjelas akan hak yang dapat melindungi para penyandang disabilitas dalam membantu melawan diskriminasi, prasangka, dan pengucilan sosial yang mungkin mereka hadapi setiap hari. Adanya undang-undang tersebut juga menetapkan kerangka hukum yang memastikan penyandang disabilitas memiliki akses ke layanan, fasilitas, dan akomodasi penting. Seperti dengan terpastikannya akses infrastruktur, transportasi, perawatan kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, dan layanan penting lainnya.

Apa Saja Ragam Penyandang Disabilitas?

Penting juga bagi kita untuk mengetahui adanya beberapa jenis disabilitas. Hal ini karena masih banyak orang sering mendefinisikan disabilitas sebagai sesuatu yang “fisik” dan terlihat, padahal hal ini tidak selalu benar. Di dalam UU No 8 Tahun 2016, telah secara jelas mengklasifikasikan dan menjelaskan beberapa jenis disabilitas, yaitu

  1. Penyandang Disabilitas fisik

Penyandang Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, cerebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil

  1. Penyandang Disabilitas intelektual

Penyandang Disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome. 

  1. Penyandang Disabilitas mental

Penyandang Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku. Ini mencakup berbagai kondisi seperti gangguan mood (seperti depresi dan bipolar), gangguan kecemasan, gangguan psikotik (seperti skizofrenia), gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan kepribadian.

a. Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian. Penyandang disabilitas psikososial merujuk pada individu yang mengalami gangguan kesehatan mental yang secara signifikan mempengaruhi interaksi mereka dalam lingkungan sosial. Disabilitas psikososial melibatkan perpaduan antara aspek psikologis (gangguan mood, kecemasan, atau kepribadian) dengan aspek sosial (kesulitan berinteraksi dengan orang lain). Penyandang disabilitas psikososial mungkin menghadapi berbagai tantangan dalam menjalin hubungan sosial, mempertahankan pekerjaan, atau mencapai kemandirian.

b. Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif. Disabilitas perkembangan merujuk pada kondisi yang mempengaruhi individu untuk mencapai berbagai perkembangan.

  1. Penyandang Disabilitas sensorik.

Penyandang Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. 

  1. Penyandang Disabilitas Ganda atau Multi

Penyandang Disabilitas ganda atau multi adalah Penyandang Disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas rungu wicara dan disabilitas netra-tuli.

Apa Saja Hak Para Penyandang Disabilitas?

Di dalam UU No 8 Tahun 2016 Pasal 5 juga tertulis hak-hak para penyandang disabilitas, yakni hak untuk:

  1. hidup; 
  2. bebas dari stigma; 
  3. privasi; 
  4. keadilan dan perlindungan hukum; 
  5. pendidikan; 
  6. pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; 
  7. kesehatan; 
  8. politik; 
  9. keagamaan; 
  10. keolahragaan; 
  11. kebudayaan dan pariwisata; 
  12. kesejahteraan sosial;
  13. Aksesibilitas; 
  14. Pelayanan Publik; 
  15. Perlindungan dari bencana; 
  16. rehabilitasi dan rehabilitasi; 
  17. Konsesi; 
  18. pendataan 
  19. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; 
  20. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; 
  21. berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan 
  22. bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi.

Tantangan Penyandang Disabilitas di Indonesia 

Walaupun Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur definisi, ragam, dan hak penyandang disabilitas, nyatanya Indonesia masih menjadi negara yang belum disabled-friendly. Salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya data atau statistik yang akurat dan komprehensif yang dikumpulkan oleh pemerintah. Menurut laporan dari PBB, statistik disabilitas di Indonesia tetap tidak mencukupi karena data yang dikumpulkan tidak sepenuhnya memberikan informasi yang berguna tentang penyandang disabilitas, kebutuhan, kapasitas dan kesejahteraan mereka. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyoroti statistik disabilitas yang tidak memadai di Indonesia. Angka yang tercatat saat ini jauh di bawah persentase rata-rata global. Menurut data resmi pemerintah, rasio penyandang disabilitas di Indonesia berkisar antara 4 persen hingga 5 persen. Angka-angka ini sangat kontras dengan rata-rata global sebesar 15 persen. Hal ini terbukti dari adanya perbedaan data-data mengenai jumlah penyandang disabilitas di Indonesia. Menurut Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap jumlah penduduk penyandang disabilitas di Indonesia mencapai sekitar 22,5 juta orang pada tahun 2022. Menurut BPS, jumlah ini telah meningkat dari tahun 2021 yang sebesar 16,5 juta. Sementara Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 mencatat ada 28,05 juta penyandang disabilitas. Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut persentase difabel di Indonesia 10 persen dari total penduduk atau sekitar 27,3 juta orang (Gandhawangi, 2023).

Perbedaan data mengenai jumlah penyandang disabilitas di Indonesia menunjukkan kompleksitas dalam pengumpulan dan pelaporan disabilitas ini. Pendataan mengenai penyandang disabilitas juga dilakukan di berbagai kementerian sehingga ada berbagai versi data. Namun, tetap saja data-data tersebut tidak sinkron antara data dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Data difabel yang ada pun belum secara rinci mencatat ragam dan tingkat keparah disabilitas. Hal ini penting supaya bantuan yang diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan.

Pendataan yang akurat dan komprehensif dibutuhkan dalam memahami populasi penyandang disabilitas dan merencanakan kebijakan dan program yang sesuai. Hal ini dapat membantu pemerintah dan lembaga terkait untuk menyediakan akses yang memadai terhadap berbagai fasilitas dan layanan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Pendataan merupakan hal yang penting karena tujuan dari statistik kependudukan tidak hanya untuk menghitung penyandang disabilitas, tetapi juga untuk mempertimbangkan apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa mereka dapat mengakses pendidikan, bangunan, transportasi, pekerjaan, layanan kesehatan, layanan hukum, dan partisipasi politik dengan sebagaimana mestinya (UN, 2022). 

Data diperlukan tidak hanya untuk menyoroti di mana adanya kekurangan dan kesenjangan, tetapi juga untuk mengembangkan kebijakan berbasis bukti untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas dan ketidaksetaraan ekonomi dan sosial terkait. Selain itu, data yang akurat dapat membantu dalam memantau dan mengevaluasi efektivitas program-program yang ada. Dengan memantau indikator-indikator yang relevan dan mengumpulkan data secara berkala, pemerintah dapat melihat apakah kebijakan dan program yang diimplementasikan telah memberikan dampak yang diharapkan dan membuat perubahan positif bagi kehidupan penyandang disabilitas.

Menurut analisis dari PBB ada beberapa penyebab dari kurangnya data mengenai jumlah penyandang disabilitas di Indonesia:

  1. Penyandang disabilitas, terutama mereka yang memiliki gangguan penglihatan atau pendengaran kurang mampu untuk berpartisipasi dalam survei dibandingkan penduduk lainnya karena keterbatasan mereka.
  2. Stigma negatif yang didapatkan dari masyarakat membuat banyak dari mereka yang hidup dengan disabilitas ragu untuk mengungkapkannya.
  3. Berbagai lembaga pemerintah memiliki cara yang berbeda dalam mendekati masalah disabilitas dan menggunakan definisi dan metodologi yang berbeda untuk disabilitas, sehingga sulit untuk merekonsiliasi dan mengumpulkan data.

Oleh karena itu, artikel ini menekankan pentingnya legislasi disabilitas yang komprehensif dan pendataan yang akurat dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan di Indonesia. Ini menyerukan peningkatan kesadaran, dukungan, dan kepatuhan terhadap hak-hak disabilitas sebagai katalis untuk perubahan.

Referensi :

CDC. (2020). Disability and Health Overview | CDC. Centers for Disease Control and Prevention. Retrieved June 20, 2023, from https://www.cdc.gov/ncbddd/disabilityandhealth/disability.html

Gandhawangi, S. (2023, January 3). Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Dimulai dari Pendataan. Kompas. Retrieved July 4, 2023, from https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/03/pemberdayaan-penyandang-disabilitas-dimulai-dari-pendataan

Undang – Undang No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas

UN. (2022, December 2). UN report highlights disability data gaps in Indonesia. UNITED NATIONS INDONESIA. Retrieved July 4, 2023, from https://indonesia.un.org/en/209911-un-report-highlights-disability-data-gaps-indonesia

WHO. (2023, March 7). Disability. World Health Organization (WHO). Retrieved June 20, 2023, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/disability-and-health

Penulis : Syahla Aurelya D.

Editor : Desy Putri R.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *