Kepemimpinan tidak bisa terlepas dari individu yang berperan sebagai pemimpin. Banyak yang menghubungkan antara kemampuan individu dalam memimpin dengan aspek biologis yaitu berdasarkan pada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal tersebut kemudian mengakibatkan timbulnya istilah ketimpangan gender dengan menempatkan perempuan pada kondisi yang tidak menguntungkan, walaupun perempuan adalah sumber daya manusia yang bahkan di seluruh dunia jumlahnya jauh lebih besar dari laki-laki. Di era sekarang ini, persoalan gender sudah bukan merupakan faktor pembeda yang dominan. Meski begitu, tidak sedikit orang yang masih beranggapan bahwa yang seharusnya menjadi pemimpin adalah seorang laki-laki, bukan perempuan.

Jauh sebelum itu, perempuan hanya bekerja dalam lingkup domestik saja. Seiring berjalannya waktu, peran tersebut bergeser sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Kebangkitan kaum perempuan dalam era globalisasi telah membawa perubahan dalam perkembangan pembangunan, di mana perempuan bukan lagi sebagai istri atau ibu saja, tetapi telah berorientasi pada kualitas eksistensinya selaku manusia. Semakin bertambahnya tahun, kesenjangan peran antara perempuan dan laki-laki perlahan ditinggalkan. Gerakan meninggalkan kesenjangan gender ini kemudian didukung oleh The United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women, atau biasa disebut UN Women.
Di samping itu perempuan juga memiliki kemampuan untuk bisa menjadi seorang pemimpin, yang dapat diketahui berdasarkan pada:
- Sebuah studi yang dilakukan perusahaan konsultan global Hay Group, menemukan fakta bahwa perempuan lebih mengungguli laki-laki dalam 11 dari 12 kompetensi kecerdasan emosional utama.
- Sebuah studi tentang representasi perempuan menemukan fakta bahwa ketika perempuan menjadi bagian dari jajaran pemimpin, perusahaan akan mendapat keuntungan finansial yang lebih besar.
Menurut survei Perempuan dan Kepemimpinan di Pew Research Center, 34% pekerja Amerika mengatakan bahwa perempuan lebih unggul daripada laki-laki dalam hal kejujuran dan etika, sementara hanya 3% yang percaya laki-laki lebih baik. Dalam dunia dengan mobilitas tinggi saat ini, di mana kepercayaan adalah komoditas yang berharga, maka penting untuk memastikan bahwa perusahaan dan para pemimpinnya selalu bertindak dengan cara yang etis