Penulis : Nur Dewi Anggraini
Editor : Setyoningsih Subroto
“Penampilan Adalah Segalanya”, Betulkah Begitu?

Sumber : Pexel.com
“Don`t judge a book by its cover”
Tentu saja ungkapan tersebut sudah sering kita dengar. Sebuah seruan agar tidak menilai seseorang dari penampilan luarnya saja, tapi juga dari sisi-sisi lainnya pula. Mungkin saja ada banyak hal yang tak terlihat, namun kita seolah-olah sudah tahu segalanya hanya dengan melihat penampilan luarnya saja.
Ketika kita sudah terjebak dalam penilaian tersebut, lalu lambat laun akan menyatu dengan stigma negatif yang diserap dalam masyarakat. Dan kemudian akan memicu lebih banyak penilaian mengenai penampilan. Penampilan menjadi cakupan luas untuk menilai seorang. Mulai dari segi fisik, materi, sikap, dan masih banyak hal lainnya. Kebebasan berpenampilan pun menjadi terbatas dan terkadang orang menjadi takut untuk mengekspresikan diri. Takut tidak mengikuti “standar” yang berlaku atau memenuhi ekspektasi orang lain.
Beberapa waktu yang lalu, nama Dikta pelantun “Menjaga Hati” dan “Dia Milikku” menembus trending topic Twitter dan Instagram Indonesia. Dikarenakan unggahan instagramnya mengenai klarifikasi soal rambut gondrong, postur tubuhnya yang kurus, dan kulit kusam tak terurus.

“Kurus dibilang narkoba. Kulit iteman dibilang dekil ga keurus. Gondrong dibilang kyk orang sakit. Endingnya, ‘nikah gih biar ada yang ngurus.’ Gini lho wahai manusia2 medsos terutama yg aliran ‘itu,’” cetus vokalis bernama asli Pradikta Wicaksono.
“Gua kurus karena: gw udah ngrasain badan gw keker gede, tete gw sampe nyeplak disemua baju gw, lengan baju gw sampe mereket ga ada oksigen, semua baju gw ketat sampe kalo bisa robek setiap gw bersin gw mau deh, cuma itu udah lewat,” ia menyambung.
Komentar dari netizen +62 yang ditanggapi dikta tersebut, bisa kita jadikan contoh. Begitu sempitnya pikiran mereka yang menilai bahwa penampilan itu hanya seputar kulit putih, tubuh ideal, hidung mancung, wajah mulus tanpa jerawat, dan fashion menarik. Padahal Dikta menjelaskan, kondisi tersebut disebabkan oleh olahraga yang sedang digelutinya, yakni menyelam dan aerobik. Sehingga tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya, namun ia merasa jauh lebih sehat.
Momen tidak mengenakkan yang dialami oleh Dikta adalah sebuah gambaran nyata dalam kehidupan sosial kita. Segala hal yang bisa “dilihat” seperti bentuk fisik, penampilan, hingga materi yang dimiliki menjadi tolak ukur untuk menilai seseorang. Orang yang berpenampilan “menarik” seringkali mendapat prioritas atau perhatian lebih. Bahkan jika ada kesalahan yang diperbuat, “si cantik dan si tampan” akan tetap dibela. Sehingga betapapun banyak orang berusaha untuk “self love” dan tidak membandingkan diri berdasarkan penampilan, akan tetap ada yang mematahkan usaha tersebut.
“Jadi jangan krn sampean kerjaannya di rumah aja nonton acara gosip, buka akun gosip, trs makan kuaci trs badan sampean membludak trs sampean males olahraga, trs sampean judge semua orang kurus itu narkoba dong,” Dikta memperingatkan.
“Gw gondrong krn gw bosen rambut pendek terus, terasu kalau gw gondrong emang gw mau nyopet sampean? Gw mau nagih utang pinjol sampean? Kan nggak,” ia mengakhiri.
Dikta mengakhiri klarifikasinya yang mengandung kegeraman dengan mengajak masyarakat (yang masih menilai penampilan adalah segalanya), untuk lebih melek akan stigma negatif tersebut. Marilah ubah pola pikir mengenai hal itu menjadi hal-hal yang lebih baik dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Bukan malah hanya menilai dan berkomentar buruk tentang orang lain.
Everyone is fighting in different battles, we don`t see, thank you for not giving up and fight. You are truly wonderful.