Perbedaan Hak Kerja Perempuan di Perusahaan: Budaya Patriarki Terhadap Kesetaraan Gender

Sumber Gambar: Gayatri Malhotra on Unsplash

Ketidaksetaraan gender dalam bidang ketenagakerjaan masih menjadi isu yang kerap terjadi di Indonesia. Perbedaan hak buruh perempuan yang terjadi dalam beberapa perusahaan mengakibatkan timbulnya batasan pada peran perempuan dalam lingkungan kerja. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya buruh perempuan yang mengalami gangguan kesehatan, dan buruh perempuan yang sedang hamil mengalami keguguran, janin tidak selamat, dan/atau penyakit kehamilan lainnya. Dilansir dari vice.com, sejak tahun 2019 sampai 2020 terdapat 15 kasus keguguran dengan enam kasus diantaranya adalah kematian bayi yang tak bernyawa setelah dilahirkan.

Arlini Aprilia dan Dini Yulianti merupakan salah satu mantan buruh yang merasakan perbedaan hak pada pekerja perempuan selama bekerja di salah satu perusahaan es krim di Indonesia. Dini Yulianti menjelaskan bahwa dirinya pernah mengalami keguguran pada bulan Januari 2019 di saat usia kandungannya berusia lima bulan. Keguguran kandungan tersebut disebabkan karena Dini dipaksa untuk terus bekerja oleh mandor di bagian produksi. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan tidak memberikan hak bagi buruh perempuan yang sedang hamil untuk diperkenankan bekerja non shift.

Sedangkan, Arlini yang juga mantan buruh perempuan di perusahaan yang sama, mengungkapkan bahwa ia kehilangan bayi laki-laki pertamanya pada bulan Agustus 2019 saat sedang bekerja. Perusahaan telah memberikan Arlini cuti hamil dengan syarat jika terjadi kematian pada orang tua atau bayi, karyawan tidak dapat menuntut perusahaan. Bukti tersebut tidak sejalan dengan pernyataan perusahaan mengenai pemberian perhatian lebih kepada pekerja wanita yang sedang mengandung.

Selain pelanggaran hak bagi buruh yang tengah mengandung, berdasarkan bukti yang didapat, buruh perempuan diharuskan berdiri selama delapan jam dan diharuskan mengangkat beban lebih dari 12 kilogram. Buruh perempuan yang tidak masuk kerja karena fisik yang tidak kondusif juga diberikan surat peringatan dan pemecatan. Elitha Tri Novianty, salah satu mantan buruh perempuan lain di perusahaan yang sama telah mengakui bahwa ia mengalami ketidakadilan dalam pekerjaan. Elitha berusaha untuk mengajukan surat pemindahan divisi kerja karena penyakit endometriosis yang dialaminya membuat badannya tidak mampu mengangkat beban berat. Namun, pengajuan tersebut ditolak oleh perusahaan dan Elitha diancam akan diberhentikan dari pekerjaan. Akibatnya, Elitha mengalami pendarahan hebat dan melakukan operasi kuret karena harus terpaksa bekerja.

Melalui kasus ketidakadilan buruh perempuan yang dijelaskan di atas, dapat dibuktikan bahwa praktik penindasan hak buruh perempuan disebabkan oleh budaya patriarki yang telah berlangsung lama dalam sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Patriarki merupakan sistem sosial yang tidak adil bagi perempuan sehingga menyebabkan subordinasi, marginalisasi, stereotip, dan diskriminasi pada perempuan. Stereotip mengenai perempuan lebih lemah, emosional, dan tidak terampil dari laki-laki menjadi salah satu alasan mengapa banyak perusahaan tidak ingin mempekerjakan perempuan. Hal ini dibuktikan melalui data International Labour Organization (ILO) pada tahun 2021, dimana tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia hanya sebanyak 52 persen atau setengah dari populasi saja. Sedangkan, tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki di Indonesia sebanyak 79,7 persen.

Selain itu, budaya patriarki dalam bentuk subordinasi juga masih dilanggengkan dalam bidang ketenagakerjaan seperti pada kasus diatas. Hal tersebut membuat terjadinya ketimpangan antara pemberian kerja bagi buruh laki-laki dan buruh perempuan. Buruh perempuan tidak dapat menduduki posisi sebagai mandor dan kepala divisi karena perempuan dianggap pasif. Maka, buruh perempuan hanya dianggap sebagai second class atau tenaga kerja yang dianggap rendah. 

Maka dapat disimpulkan bahwa masih ada perusahaan di Indonesia yang melakukan pelanggaran hak maternitas dengan tidak memberikan cuti hamil, melahirkan, dan tidak memberikan perizinan pemindahan divisi bagi buruh perempuan yang mengalami penyakit. Buruh perempuan diperlakukan dengan semena-mena karena adanya stereotip bahwa perempuan lebih lemah dan rendah dibandingkan pekerja laki-laki. Untuk menangani permasalahan yang terjadi, perusahaan di Indonesia perlu untuk meningkatkan kesetaraan dan kesempatan dalam pekerjaan bagi buruh perempuan. Perusahaan harus menjadikan keamanan pekerja perempuan sebagai salah satu kelayakan bagi sebuah perusahaan untuk beroperasi. 

Referensi

Adisya, E. (2020, March 12). Magdalene Primer: Ada Apa Dengan Aice. Magdalene. https://magdalene.co/story/magdalene-primer-ada-apa-dengan-aice

Country Profiles”. (2018). Country profiles – ILOSTAT. ILOSTAT. https://ilostat.ilo.org/data/country-profiles/

Yasmin, A. A., Krismantari, I., & Tamara, N. (2020, March 19). Dugaan Pelanggaran Hak Buruh Pabrik Es Krim Aice Bekasi Memicu Keguguran. Www.vice.com. https://www.vice.com/id/article/884bd4/dugaan-pelanggaran-hak-buruh-pabrik-es-krim-aice-bekasi-memicu-keguguran

Penulis : Ignatia Reyna

Editor : Desy Putri R

Tags:

Share this post:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *