
Kehidupan modern atau mungkin pasca modern saat ini kerap berhubungan dengan kapital atau modal. Masyarakat kapitalis menempatkan modal sebagai alat sebuah masyarakat untuk terus bergerak. Jikalau demikian, keberlangsungan masyarakat bergantung pada kapital dan sudah pasti “harus” dipertahankan demi keberlanjutan hidup manusia. Persoalannya, masyarakat yang demikian ternyata tidak lepas dari pengaruh dan dinamika budaya patriarki. Dalam situasi masyarakat seperti ini, reproduksi menjadi sarana untuk memelihara kehidupan sekaligus kapital. Lantas, bagaimana kehidupan perempuan di tengah masyarakat yang demikian? Atau, bagaimana perempuan dapat hidup tanpa “beban” keberlanjutan hidup manusia sebagai sumbangsih terhadap masyarakat kapitalis?
Sebuah Pengantar Tentang Social Reproduction Theory: Kehidupan Di bawah Kapitalisme
Social Reproduction Theory merupakan suatu ide besar yang meliputi berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan seterusnya. Oleh karena itu, tentu tulisan ini tidak dapat merepresentasikan ide besar tersebut secara komprehensif dan lengkap. Meski begitu, penulis akan tetap berusaha untuk menjelaskan ide tersebut seringkas mungkin. Kembali kepada social reproduction theory, Susan Ferguson menjelaskan bahwa bebricara mengenai social reproduction theory berarti perlu menelusuri jauh ke belakang perihal masyarakat kapitalis. Susan menyatakan bahwa gagasan-gagasan Karl Marx tentang kapitalisme memberikan dasar untuk pengembangan pemikiran tentang reproduksi dan kehidupan sosial. Hal ini kemudian juga dikembangkan lebih lanjut oleh 2 tokoh lain yakni Louis Althusser dan Pierre Bourdieu yang menyampaikan pemikiran masing-masing secara berbeda. Althusser menekankan ideologi dalam hubungan sosial yakni dalam lembaga-lembaga negara, sementara Bourdieu meneliti kapital dalam sistem pendidikan, institusi, dan budaya untuk melihat bagaimana kapital diturunkan dari generasi ke generasi hingga membentuk kelas sosial.
Susan menjelaskan ide dasar tentang social reproduction theory sebagai pemahaman bahwasannya produksi barang dan jasa serta reproduksi merupakan proses yang terintegrasi atau suatu kesatuan. Dengan kata lain, penindasan oleh karena ras dan gender terjadi secara kapitalis atau untuk menciptakan “modal”. Sederhananya, gender terbentuk dari dinamika patriarki yang turut mempengaruhi upaya memelihara generasi selanjutnya melalui reproduksi dalam masyarakat kapitalis yang menganggapnya sebagai kapital untuk produksi barang dan jasa. Hal ini berarti memastikan bahwa akan ada anggota masyarakat baru untuk menggantikan anggota masyarakat lama. Dengan demikian, aktivitas ekonomi entah itu produksi baik berupa tenaga kerja, barang, dan jasa yang memiliki nilai dan kegunaan juga bagi keuntungan masyarakat dapat terjamin. Dalam produksi ekonomi tersebut, diberikan upah atas barang atau jasa. Sebut saja seorang guru yang mengajar dan mendidik murid. Ia sedang menjalankan aktivitas ekonomi yakni produksi berupa jasa dan melakukan pekerjaan yang akan mendapat upah, meski begitu ia juga melakukan reproduksi sosial dalam mempertahankan profesi sebagai guru.
Masalahnya, masyarakat kapitalis yang juga dibarengi dengan pengaruh budaya patriarki menempatkan perempuan sebatas pada ranah domestik. Hal ini tentu membatasi ruang gerak dan hidup seorang perempuan yang dianggap hanya memiliki tugas melanjutkan keturunan dalam rangka reproduksi sosial di atas. Perempuan akhirnya diisolasi dari ruang publik. Hal ini menimbulkan pemahaman bahwa perempuan terlahir untuk peran tersebut dan tidak layak bekerja di ranah publik apalagi menjadi pemimpin. Ini disebabkan oleh anggapan bahwa pekerjaan domestik yang dilakukan perempuan di rumah merupakan pekerjaan “tak berbayar” atau tidak menghasilkan upah sehingga dianggap sebagai pekerjaan yang ringan dan tidak membutuhkan keterampilan atau keahlian khusus. Ranah publik dibentuk sebagai domain laki-laki. Lantas, di mana letak keadilan dan kesetaraan untuk hidup berdampingan sebagai sesama makhluk hidup entah sebagai perempuan, laki-laki, atau siapa pun itu? Inilah yang membawa kita untuk memahami tentang social reproduction feminism.

Social Reproduction Feminism: Solidaritas Terhadap Kaum Perempuan
Susan Ferguson turut mengembangkan social reproduction feminism dengan melihat kembali dan mempertimbangkan teori yang telah digagas oleh Marx terkait masyarakat kapital. Susan menjelaskan bahwa social reproduction feminism mencakup keseharian dan pembaharuan generasi dalam masyarakat termasuk kebutuhan akan kapital yang secara esensi menunjukkan ketidaksetaraan oleh karena sistem modal. Pembaharuan itu menunjukkan bahwa proses produksi yang berlangsung di masyarakat pada saat yang sama juga merupakan proses reproduksi. Di situlah muncul celah hadirnya penindasan dan eksploitasi terhadap hak-hak sebagai manusia. Social reproduction feminism ditampilkan sebagai kesadaran akan hubungan produksi dan reproduksi sosial dengan komitmen untuk menunjukkan adanya indikasi patriakal dan kapital atau modal dalam dinamika reproduksi sosial. Berangkat dari kesadaran tersebut, social reproduction feminism menunjukkan kesenjangan yang dialami perempuan yang secara khusus meliputi motherhood (menjadi seorang ibu) dan pekerjaan serta membuka ruang bagi perempuan untuk “dibebaskan” dari asumsi berdasarkan gender dalam bidang pekerjaan terutama yang dilakukan berdasarkan pertimbangan dan untuk kepentingan laki-laki. Social reproduction feminism menantang kita untuk menguji rangkaian hubungan yang tampaknya independen padahal merampas dan mengelompokkan pada kelas-kelas berdasarkan kapital.
Social reproduction feminism menguji setiap orang untuk menyadari bahwa aktivitas produksi bukan hanya sebatas komponen nilai, melainkan kehidupan, relasi konkret yang terjadi dalam masyarakat. Pada akhirnya, social reproduction feminism tertarik untuk menelaah perihal dinamika reproduksi dalam masyarakat kapitalis dengan lapisannya yang kompleks dan apa yang jelas tampak dalam dinamika tersebut, bukan sebatas memperjuangkan ketidaksetaraan yang tak terdefinisikan. Oleh karena itu, social reproduction feminism bukanlah gerakan impulsif yang “buta”, melainkan suatu perspektif untuk menghadirkan ruang “kebebasan” dalam masyarakat.
Oleh : Zerah R. Waang
Editor: Laras Adinda N.
Referensi
Ferguson, S. (n.d.). Social Reproduction: What’s the big idea? Retrieved Agustus 25, 2022, from Pluto Press: https://www.plutobooks.com/blog/social-reproduction-theory-ferguson/
Izzati, F. F. (2018, Oktober 30). Posisi Perempuan dalam ‘The Crisis of Care’: Kembali pada Analisis Kelas. Retrieved Agustus 25, 2022, from IndoProgress: https://indoprogress.com/2018/10/posisi-perempuan-dalam-the-crisis-of-care-kembali-pada-analisis-kelas/
Sanjaya, C. (2020, Januari 15). Di Antara Kapital dan Reproduksi Sosial. Retrieved Agustus 25, 2022, from Merah Muda Memudar: https://medium.com/merah-muda-memudar/di-antara-kapital-dan-reproduksi-sosial-51bf7948bbc