Revenge Porn: Kekerasan Seksual Tidak Selalu Menyerang Fisik Korban

Apa itu Revenge Porn?

“Kalau kita putus, aku sebar foto kamu!”

“Kalau kamu gak mau nurut, aku sebar video kamu!”

“Awas kamu macam-macam, aku sebar aib kamu!”

Kalimat mengerikan di atas adalah bentuk ancaman yang biasanya dilontarkan pelaku revenge porn. Revenge porn adalah suatu tindakan menyebarkan konten eksplisit (misal berupa foto atau video) yang mengandung unsur pornografi milik seseorang, tanpa konsen dari yang bersangkutan, serta memiliki intensi untuk mempermalukan dan menimbulkan tekanan. Konten yang disebarkan biasanya diambil saat menjalin hubungan intim, yang bahkan menyertakan informasi atau data pribadi korban seperti nama dan media sosial. Revenge porn dilakukan untuk mengancam pihak yang bersangkutan (korban) dengan beberapa tujuan, misalnya pelaku mengancam korban karena korban tidak melakukan keinginan atau permintaan pelaku. Revenge porn merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual.

Kasus Revenge Porn di Indonesia

Menurut data dari Komnas Perempuan, laporan mengenai kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah pelaporan kasus bahkan naik dari 126 kasus pada 2019, menjadi 510 kasus pada 2020. Catatan Tahunan (CATAHU) 2021 Komnas Perempuan mencatat bahwa total KBGS mencapai 836 kasus. 71 di antaranya adalah kasus revenge porn dan seluruh korbannya adalah perempuan. Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), dari ratusan kasus revenge porn yang dilaporkan, hanya sekitar 10% yang maju ke pengadilan.

Mengapa Kebanyakan Korban Revenge Porn adalah Perempuan?

Mengirim konten pornografi memang bukanlah hal yang ilegal jika dilakukan dengan kesepakatan antara pihak pengirim dan penerima. Namun, konten pornografi menjadi sebuah tindak kriminal jika disebarkan kepada pihak yang tidak dikehendaki pengirim asli atau korban.

Objektifikasi dan relasi timpang antara laki-laki dan perempuan dalam suatu hubungan menjadi penyebab utama mengapa kasus revenge porn hampir seluruhnya menempatkan perempuan sebagai korban. Anggapan bahwa tubuh perempuan adalah objek yang dapat “menarik” laki-laki, menjadikan konten pornografi yang mempertontonkannya sebagai sesuatu yang persuasif, bahkan dapat menghasilkan keuntungan.

Sedari dulu, patriarki “mengajarkan” masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk lemah yang keberadaannya di bawah laki-laki. Perempuan juga dikatakan sebagai makhluk perasa dan mudah terbuai dengan kata-kata. Tak jarang, banyak pihak yang memanfaatkan hal tersebut untuk mengeksploitasi perempuan agar melakukan apa yang diinginkannya. Revenge porn biasanya terjadi jika korban tidak bisa atau menolak melakukan sesuatu yang diminta pelaku, sehingga korban mendapat ancaman. Misalnya, pelaku menolak berpisah hubungan dengan korban, korban menolak memberi sesuatu yang diminta, korban menolak melakukan hubungan seksual, dan lain sebagainya. Pelaku yang tidak terima dengan penolakan itu dapat menggunakan konten eksplisit korban yang dimilikinya untuk mengancam serta membuat korban berubah pikiran.

Persepsi Masyarakat Terhadap Korban Revenge Porn

Salah satu hal menyedihkan dari tindakan revenge porn adalah korban kerap kali menjadi pihak yang disalahkan oleh lingkungannya. Korban dianggap telah “menjebak” dirinya sendiri dengan mengirimkan foto atau video eksplisit kepada pelaku. Padahal, kita tidak pernah tahu alasan korban hingga dapat melakukannya. Sering kali, pelaku menggunakan ancaman-ancaman yang membuat korban takut hingga terpaksa mengirimkan konten yang mengandung unsur pornografi tersebut. Jika revenge porn dilakukan oleh orang terdekat seperti kekasih, ancaman ini dapat terus menerus terulang dan membuat korban terjebak dalam toxic relationship. Pelaku menganggap dirinya memiliki power yang dapat membuatnya mendapat apa yang ia inginkan, meskipun itu harus dilakukan dengan cara memberi tekanan mental kepada korban. Hubungan yang baik seharusnya memberi rasa aman, bukan rasa takut dan kekhawatiran. Alasan itulah yang seringkali membuat korban terpaksa bertahan dalam hubungan dengan pelaku.

Dampak Bagi Korban Revenge Porn

Kekerasan seksual tidak hanya menyakiti korban secara fisik saja, tetapi juga dapat merusak mental. Korban dari tindakan revenge porn mungkin saja tidak merasakan sakit secara fisik, tetapi ketakutan dan pikiran negatif yang didapat akan mempengaruhi kondisi psikisnya. Korban yang mendapat ancaman dari pelaku serta diperburuk dengan cibiran dari lingkungannya dapat mengalami tekanan mental yang destruktif. Korban dapat mengalami gangguan kecemasan, depresi, Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), dan gangguan mental lainnya yang membahayakan.

Selain dalam aspek internal, korban juga dapat dirugikan dalam kehidupan sosialnya. Korban revenge porn seringkali dikucilkan, membuatnya kesulitan memulai hubungan baru (dalam hubungan pertemanan maupun hubungan romantis), bahkan dapat kehilangan atau kesulitan mencari pekerjaan.

Revenge porn adalah hal yang keji, mengingat tujuannya adalah untuk mempermalukan serta merusak reputasi dan nama baik korban. Tak hanya itu, tindakan revenge porn dapat menghancurkan mental dan menimbulkan keputusasaan yang bahkan dapat mencelakai korban jika ia tidak mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.

Beberapa Hal yang Dapat Dilakukan Korban Revenge Porn

Korban revenge porn umumnya mengalami trauma dan stres berkepanjangan karena dipenuhi perasaan-perasaan negatif. Belum lagi jika korban harus menghadapi cibiran yang seharusnya tidak mereka terima. Walaupun dalam konten pornografi yang disebarkan juga menyertakan tubuh pihak laki-laki sebagai pelaku, perempuanlah yang lagi-lagi mendapat fokus perhatian dari publik. Memojokkan korban dengan mempertanyakan mengapa mereka mau mengirimkan konten eksplisitnya adalah hal yang sangat tidak patut dilakukan. Sudah bukan saatnya orang-orang di sekitar korban menayakan pertanyaan sejenis itu. Yang harus menjadi fokus utama dalam penyelesaian kasus revenge porn adalah pemulihan mental korban dan tindakan hukum untuk membuat pelaku jera.

Apa yang dapat dilakukan korban revenge porn agar mereka merasa lebih baik?

  1. Mencurahkan isi hati dan keluh kesah dengan orang-orang terdekat yang dipercaya. Dengan bercerita, korban diharapkan akan merasa lebih aman serta tidak sendirian.
  2. Menyimpan bukti-bukti ancaman dan penyebaran konten yang dilakukan pelaku, mulai dari bukti saat pelaku membujuk, merayu, meminta, atau memaksa korban mengirimkan foto atau videonya, sampai saat pelaku mengancam. Selain itu, bukti platform atau medium di mana konten-konten disebarkan juga harus dikumpulkan.
  3. Menonaktifkan media sosial. Melakukan hal ini mungkin dapat membantu korban merasa lebih tenang karena terhindar dari pembicaraan orang lain yang berpotensi menimbulkan tekanan psikis yang lebih parah. Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin juga menyarankan korban untuk sementara waktu “menghilang” atau menonaktifkan semua media sosial. 
  4. Berdiskusi dengan penyintas. Penyintas atau pihak-pihak yang pernah menjadi korban revenge porn dapat membantu korban dalam berjuang menuntut hak mereka. Korban dapat bertanya mengenai bagaimana proses pemulihan psikis, pelaporan kepada pihak berwenang, dan hal-hal penting lainnya.
  5. Mencari bantuan dan pendampingan psikologis. Berbicara dengan seseorang yang ahli di bidangnya diharapkan dapat membuat korban merasa lebih baik. Hal ini penting dilakukan agar korban terhindar dari pikiran untuk melakukan tindakan-tindakan negatif dan membahayakan. Berbicara dengan profesional juga dapat mengendalikan perasaan serta trauma yang dialami korban agar tidak berkepanjangan.
  6. Mencari bantuan dan pendampingan hukum. Saat ini, banyak sekali organisasi yang bersedia membantu korban kekerasan seksual untuk memperjuangkan hak-haknya. Berikut adalah beberapa kontak yang dapat dihubungi jika terdapat kasus revenge porn di sekitar kita:
  7. Komnas Perempuan

Email     : mail@komnasperempuan.or.id

Kontak   : (021) 3903963 (Pengaduan)

Layanan : Pengaduan dan Pendampingan

  1. KePPak Perempuan

Email     : setkeppakperempuan@gmail.com

Kontak   : 021-6259708 HP: 08788-8543675

Layanan : Pengaduan, Konsultasi hukum, Pendampingan

  1. Yayasan Pulih

Email     : pulihfoundation@gmail.com

Kontak   : +62 21 788 42 580

Layanan : Konsultasi Psikologi

  1. LBH Apik

Email     : surat@lbhapik.or.id

Kontak   : +62-21-0000 / 60

Layanan : Konsultasi Hukum, Mediasi, Penanganan Kasus Secara Litigasi

Referensi:

https://www.gov.uk/government/publications/revenge-porn
https://eige.europa.eu/thesaurus/terms/1488
https://www.lbhsemarang.id/news/mengenali-revenge-porn-salah-satu-bentuk-kekerasan-seksual-melalui-dunia-maya41925
https://ketik.unpad.ac.id/posts/3011/kasus-jual-beli-revenge-porn-korban-dieksploitasi-dan-belum-terlindungi-hukum

Tags:

Share this post:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *