
Permasalahan perempuan belakangan ini sangat sering muncul hampir di seluruh pemberitaan. Mulai dari diskriminasi gender, kekerasan, hingga hak-hak kaum perempuan yang belakangan ini menjadi topik yang cukup “seksi” untuk diperbincangkan. Meski begitu, banyak pihak yang belum mengetahui secara epistemologi tentang perempuan dan gerakan feminisme itu sendiri. Maka dari itu, kita harus mengetahui apa itu gerakan feminisme, apa saja macam-macam dari gerakan feminisme, dan tentunya bagaimana sejarah dari gerakan feminisme itu muncul?
Sejarah Gerakan Feminisme

Secara historis, gerakan feminisme lahir sebagai bentuk kebangkitan perempuan untuk menggeser status sebagai makhluk kedua setelah laki-laki di dunia. Adanya ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat menyebabkan timbulnya kesadaran dan upaya untuk menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Gerakan feminisme ini berkembang pada abad pertengahan Eropa, yaitu pada abad 16–18 M. Pada periode awal ini, perempuan dianggap tidak rasional karena dianggap selalu menggunakan perasaan sebagai tolak ukur. Selain itu, perempuan juga dianggap sebagai jelmaan iblis atau setan. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dogma gereja yang pada abad itu telah menjadi kebijakan nomor satu. Keadaan seperti ini membuat beberapa filsuf Eropa memulai kritiknya terhadap kebijakan-kebijakan gereja yang diskriminatif. Isu-isu kesetaraan pun mulai merebak dan menjadi perdebatan di Eropa.
Sehingga, feminisme dapat diartikan sebagai gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki, yang merupakan gabungan dari berbagai doktrin atas hak kesetaraan. Feminisme bukan hanya sekedar memperjuangkan emansipasi di hadapan laki-laki saja, melainkan mereka juga sadar bahwa laki-laki kaum proletar juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi, eksploitasi serta represi dari sistem yang tidak adil. Pada dasarnya, gerakan feminisme adalah perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang destruktif, menuju sistem yang konstruktif bagi perempuan dan laki-laki.
Tuntutan akan kesetaraan derajat antara perempuan dan laki-laki terwujud pada awal abad ke-17 di Inggris. Tokoh-tokoh seperti Susan B. Anthony dan Elizabeth Cady Staton mempelopori gerakan kebangkitan perempuan melalui surat kabar “The Revolution”. Pada sekitar abad 18–19 M, tepatnya pada gelombang pertama terjadi pembodohan terhadap perempuan. Hal tersebut terjadi lantaran perempuan menjadi nomor dua, atau dalam hal ini terlihat bahwa perempuan tidak diberikan kepercayaan untuk ikut andil dalam membantu laki-laki.
Macam-macam Gerakan Feminisme
Pada gelombang kedua yakni abad ke-19 M, mulai muncul kebebasan pada gerakan perempuan yang mengakibatkan adanya aliran-aliran dalam feminisme. Di antaranya yaitu:
1. Feminisme Liberal
Aliran ini mengatakan bahwa kebebasan dan persamaan berakar pada rasionalitas dan perempuan adalah makhluk rasional, sehingga mereka menuntut hak yang sama seperti kaum laki-laki. Di sini kaum perempuan harus dididik agar mampu bersaing untuk merebut kesempatan dalam memasuki prinsip-prinsip maskulinitas (Women in Development). Pada hakikatnya, masalah keterbelakangan kaum perempuan berasal dari dirinya sendiri. Adapun upaya yang dilakukan ialah dengan persamaan hak, pendidikan, hukum, dan peran.
2. Feminisme Radikal
Aliran ini muncul karena penindasan perempuan berasal dari laki-laki yang dianggap berakar pada jenis kelamin laki-laki dan ideologi patriarkinya.
3. Feminisme Marxisme
Aliran ini menolak gagasan biologi sebagai dasar pembedaan gender. Dalam aliran ini, penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi, sehingga persoalan perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme. Pada masa kapitalisme, penindasan terhadap perempuan semakin kuat, salah satunya yaitu menjadikan perempuan sebagai buruh dengan upah yang lebih rendah daripada laki-laki.
4. Feminisme Sosialis
Aliran ini berasumsi bahwa metode historis materialis Mark dan Engels dengan gagasannya tentang personal is political pada kaum radikal dilakukan sintesis. Sehingga, menurut kaum sosialis, penggabungan antara analisis kelas dan analisis patriarki sangat diperlukan.
Tokoh dan Gerakan Feminisme Di Indonesia

Pada zaman kolonial, RA. Kartini merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh bagi perempuan Indonesia kala itu. Hal tersebut kemudian disusul dengan tokoh Dewi Sartika dari Jawa Barat. Pada 1912, lahir organisasi perempuan pertama bernama Poetri Mardika, hingga tahun 1928 tercatat 30 organisasi yang telah muncul dan berkembang. Salah satunya ialah Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII) yang berfokus pada penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Pada tahun yang sama, Kongres Perempuan Indonesia diselenggarakan pertama kali pada tanggal 22–25 Desember 1928. Tanggal tersebut kemudian dikenal dengan sebutan “Hari Ibu” hingga saat ini.
Selain itu, pada masa kependudukan Jepang terdapat organisasi Serikat Rakyat Istri Sedar dan organisasi Fujinkai. Keduanya berada di bawah pengaruh Jepang sehingga tak heran jika kedua organisasi ini diperuntukkan untuk kemenangan Jepang semata. Meskipun begitu, kedua organisasi ini tetap mengambil peran penting bagi perempuan Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, organisasi-organisasi perempuan terus bermunculan dengan isu yang berbeda pula. Bahkan, perempuan Indonesia mulai bergabung dengan pasukan bersenjata dan ikut andil dalam perang.
Tokoh serta gerakan feminisme di Indonesia masih berlanjut hingga saat ini. Hal tersebut kemudian menjadikan berbagai undang-undang serta peraturan pemerintah berspektif feminisme lahir, tak lain karena banyaknya organisasi perempuan yang berdiri. Kemudian pada tahun 2010 gerakan feminis memperluas defenisi tentang gender non maskulin dan isu seksualitas. Bahkan, organisasi feminisme juga beradaptasi dengan teknologi informasi, salah satunya adalah situs web Magdalene (,https://magdalene.co/), yang banyak mengangkat isu perempuan dalam penulisan artikelnya.
Singkatnya, meskipun saat ini aliran feminisme telah banyak berkembang dari masa ke masa, namun tak dapat dipungkiri bahwa faktanya masih saja terdapat beberapa permasalahan masa lalu yang belum terselesaikan atau bahkan masalah yang semakin hari justru semakin kompleks. Sehingga sebagai upaya untuk menyikapinya, emansipasi perempuan diperlukan untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan yang pada akhirnya dapat melahirkan “Kemitraan Gender” antara laki-laki dan perempuan.
Penulis: Ficky Rhamadoni
Editor: Rahajeng Galuh I.K.
Referensi:
Farihati, Salsabila. (2022, 2 Februari). Menilik Sejarah Gerakan Feminisme di Indonesia. ,https://suakaonline.com/menilik-sejarah-gerakan-feminisme-di-indonesia/