Siapa Bilang Wanita Lemah ? Ada dari Mereka yang Bersenjata

Sumber: Reuters/Ahmed Yosri

Sebenarnya sudah sejak lama wanita diasumsikan sebagai pihak yang tersubordinasi atau termarjinalisasi baik itu dalam keluarga maupun lingkungan sosial. Hal ini cukup tergambarkan pada salah satu karya sastra dunia karangan Jane Austen, Pride and Prejudice. Mengambil latar waktu abad 19, wanita digambarkan sebagai sosok yang harus tunduk dan patuh untuk mengikuti keinginan orang tua, tidak mandiri secara finansial, dan hanya bergantung pada pernikahan yang menguntungkan sesuai dengan konstruksi sosial dan nilai moral yang terbangun.

Kekuatan media dalam mencitrakan wanita sebagai sekedar objek pelengkap serta kebiasaan masyarakat dalam memandang wanita secara objektif membuat hal tersebut secara tidak langsung teramini oleh banyak pihak. Hingga akhirnya membenarkan jika wanita adalah individu yang harus selalu bergantung pada orang lain dan tidak bebas dalam menentukan pilihan hidupnya sendiri.

Kesan di atas akan berubah ketika kita melihat Mona Al-Khurais, seorang wanita berusia 36 tahun asal Riyadh, Arab Saudi. Mona adalah seorang wanita yang berprofesi sebagai pelatih tembak sekaligus wanita Saudi pertama yang mengikuti pelatihan dari Konfederasi Olahraga Menembak Internasional (IPSC).

Seperti yang kita tahu, Arab Saudi merupakan negara yang cukup keras dalam mengimplementasikan hukum yang berbasis ajaran Islam dan kuasa laki-laki sebagai sesuatu yang harus dipatuhi. Namun perubahan undang-undang dilakukan oleh pemerintah secara bertahap sejak tahun 2011. Wanita Saudi sudah tidak lagi terkekang dengan ketat. Wanita Saudi sudah berhak untuk memilih dan mencalonkan diri dalam pemilihan lokal. Bahkan yang paling terbaru, tidak boleh ada hukuman bagi wanita yang memilih hidup sendiri. Oleh karena itu, regulasi yang sudah tidak kaku membuat Mona dan wanita-wanita Arab Saudi lainnya bisa mendapatkan bidang pekerjaan yang lebih luas.

Olahraga menembak sendiri awalnya merupakan sebuah profesi yang dipandang langka dan tidak cocok jika dilakukan oleh wanita, apalagi dengan lingkungan dan budaya Arab yang terkenal cukup konservatif. Mona pertama kali belajar menembak dari ayahnya karena semenjak kecil kerap diajak berburu. Seiring berjalannya waktu, ia kemudian tertarik dengan kegiatan tersebut. Tidak puas hanya untuk sekedar hobi, Mona mulai serius menekuni kegiatannya dan sejak 5 tahun lalu ia menjadikannya sebagai sebuah profesi. Dengan bimbingan pelatih asal Saudi dan negara lain, ia akhirnya berhasil mendapatkan lisensi sebagai pelatih olahraga menembak profesional. Bahkan saat ini ia berhasil masuk sebagai pengajar di Top Gun Riyadh, lapangan tembak terbesar di Timur Tengah.

Mari mencoba untuk memandang dengan perspektif yang lebih luas lagi dan belajar perlahan untuk keluar dari zona nyaman dengan melakukan hal-hal yang memang sejak lama kita impikan.

Dengan keberaniannya untuk melawan stereotip yang ada, Mona berharap para wanita di Arab Saudi akan mulai familiar dan tertarik dengan kegiatan menembak. Selain itu juga menginspirasi mereka untuk mengikuti kelas menembak yang tadinya hanya diperuntukkan bagi pria Mona menuturkan bahwa awalnya ia mengira akan banyak dikritik oleh pria, namun ternyata banjir kritikan justru datang dari wanita. Mungkin karena kegiatan ini memang sebelumnya tidak lazim untuk dilakukan oleh wanita-wanita Arab Saudi.

Begitu pula dengan lingkungan kerajaan Arab Saudi yang mulai mengubah kebijakannya terhadap hak wanita sehingga memudahkan wanita untuk bekerja di berbagai bidang profesi yang lebih luas dan beraktivitas dengan lebih bebas.

Mona hanyalah satu dari banyak contoh bahwa seorang wanita bukanlah individu yang seharusnya dipandang lemah, lalu tidak bebas berkreasi dan melakukan banyak hal. Wanita bukanlah seseorang yang harus dipandang sebelah mata, yang harus selalu bergantung pada orang lain, dan hanya mengerjakan sesuatu sesuai dengan standar yang terbangun di dalam masyarakat. Wanita bisa menjadi individu kuat yang berkeinginan untuk terus maju, serta memiliki pilihan dan memberikan manfaat bagi orang lain.

Terkadang pola pikir kita dan rasa takut untuk melawan standar yang sudah terlanjur melekat akhirnya membatasi kemampuan diri untuk melakukan hal yang sebenarnya bisa dilakukan semua orang tanpa dibatasi jenis kelamin. Kebanyakan kita hanya termakan asumsi yang salah seperti tekanan budaya, harapan masyarakat dan akhirnya mengungkung diri kita sendiri, bahwa sebenarnya wanita berhak memiliki pendapat dan pilihan atas dirinya sendiri dan melakukan hal yang sesuai dengan hidupnya.

Mari mencoba untuk memandang dengan perspektif yang lebih luas lagi dan belajar perlahan untuk keluar dari zona nyaman dengan melakukan hal-hal yang memang sejak lama kita impikan. Selama itu tidak menyalahi norma dan aturan yang berlaku maka sah-sah saja wanita melakukan hal apapun yang mereka mau. Mulai dari pekerjaan, cara berpakaian, idealisme, dan banyak hal lain.

Yuk kita contoh Mona Al-Khurais! Tidak takut untuk mencoba, terus maju, dan lakukan apapun hal yang kalian inginkan. Karena kita semua memiliki hak yang sama untuk mencoba hal baru tanpa takut dihantui oleh standar sosial yang belum tentu jelas asal muasalnya.

Penulis : Junyta Adhiwidya

Referensi :

Harahap, S. W. (2021, November 2). “Perempuan Arab Saudi Geluti Pekerjaan Laki-Laki”. ,https://www.tagar.id/perempuan-arab-saudi-geluti-pekerjaan-lakilaki

”Perempuan Saudi Sukses Geluti Profesi yang Identik dengan Laki-laki”. (2021, 1 November). ,https://www.voaindonesia.com/a/perempuan-saudi-sukses-geluti-profesi-yang-identik-dengan-laki-laki/6295087.html

“Saudi Weapons Trainer Breaks Mould Male Dominated”. (2021, 1 November). Middle East. Retrieved from Reuters: ,https://www.reuters.com/world/middle-east/saudi-weapons-trainer-breaks-mould-male-dominated-field-2021-11-01/

Sophie, S. (n.d.). “Saudi Arabia Women Rights”. ,https://www.egic.info/saudi-arabia-women-rights-g20

Tags:

Share this post:

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *