
Bercadar merupakan salah satu bentuk pilihan yang harus dihargai oleh masyarakat. Keberadaan perempuan bercadar masih sulit diterima di Indonesia sehingga masuk pada kategori kelompok minoritas. Penggunaan cadar bukan hanya sekedar cara berbusana tetapi juga merupakan bentuk ekspresi komunikasi non verbal mengenai identitas. Perempuan bercadar sering kali diinterpretasikan dengan stereotipe negatif sehingga tidak jarang terjadi diskriminasi yang membuat akses perempuan di ruang publik terbatas. Selain itu perempuan bercadar juga sering mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan seperti komentar negatif dari masyarakat, dijauhi dan bahkan dikucilkan.
Perempuan bercadar seringkali dihadapkan berbagai konsekuensi, salah satunya stigma negatif dari lingkungan sekitar maupun masyarakat luas. Hal ini dikarenakan, sebagian masyarakat Indonesia telah menanamkan persepsi negatif terhadap perempuan bercadar. Persepsi dan berbagai asumsi semakin diperkuat dengan adanya media sosial yang terkadang mendorong masyarakat berpandangan terlalu jauh, sehingga dapat menimbulkan kesulitan tersendiri bagi perempuan bercadar dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan tersebarnya berbagai stigma negatif perempuan bercadar yang beredar di masyarakat.
Stigma negatif yang beredar di masyarakat
Atribut cadar sering diasosiasikan dengan kelompok Islam fanatik yang digolongkan sebagai aliran garis keras, stigma yang masih melekat dalam benak masyarakat saat ini mengenai perempuan bercadar adalah menganggap bahwa perempuan bercadar bergabung dalam kelompok tertentu yang dapat membahayakan. Selain itu stigma yang sering dikaitkan dengan perempuan bercadar adalah fanatik dan ekstremis. Kontroversi penggunaan cadar ini semakin kuat karena adanya perbedaan pemahaman di masyarakat apalagi pengaruh media massa yang menyertakan teks dan visual perempuan bercadar sebagai ciri dari pelaku aksi sebuah kelompok tertentu yang membahayakan. Selain itu masyarakat juga beropini bahwa perempuan yang mengenakan cadar memiliki keterbatasan bersosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat lain sehingga mereka dinilai sebagai individu yang tertutup dan eksklusif. Tak jarang, cadar dilihat sebagai bagian dari aksi radikalisme. Stigma tersebut berdampak pada perempuan bercadar lainnya yang turut dianggap sebagai bagian dari radikalisme.
Penggunaan cadar bagi mayoritas masih sulit diterima, akibatnya perempuan bercadar mendapat perlakuan tidak adil dari masyarakat baik itu secara eksplisit maupun implisit. Perlakuan negatif yang sering diterima perempuan bercadar dapat berupa diskriminasi di ruang publik, mendapat gunjingan secara terang-terangan bahkan dapat melibatkan perlakuan fisik. Walaupun stigma negatif terus menerus terus beredar mengenai pemakaian cadar, hal ini tidak membuat para pengguna cadar menyerah untuk terus berusaha menunjukan diri pada ruang publik.

Menghadapi stigma yang bermunculan
Persepsi dan stigma negatif yang terus menerus berdatangan memunculkan berbagai tantangan yang harus dihadapi pengguna cadar. Pengguna cadar harus bekerja keras untuk meminimalisir pandangan-pandangan negatif tersebut. Dengan bekal motivasi dan tujuan awal menggunakan cadar, membuat pengguna cadar tetap kuat pada pilihannya. Motivasi ini menjadikan pengguna cadar siap untuk menghadapi berbagai stigma negatif. Ada banyak cara yang dapat dilakukan kita sebagai perempuan untuk menghadapi stigma tersebut, lantas upaya apa yang bisa kita lakukan?
1. Melawan stigma secara verbal
Stigma yang muncul terus menerus terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makna cadar. Sebagai perempuan, kita dapat menghadapi stigma tersebut dengan memberikan pengertian kepada pemberi stigma secara verbal. Terdapat pemahaman bahwa sesungguhnya motivasi penggunaan cadar adalah untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan merupakan sebuah pilihan yang harus dihargai setiap individu. Selain itu, menggunakan cadar merupakan salah satu cara untuk terhindar dari objektifikasi terhadap perempuan. Oleh karena itu, cadar bermakna positif sebagai pendorong untuk menjadi individu yang lebih baik.
Kita juga dapat menyuarakan melalui media sosial, dengan harapan agar masyarakat paham dan tidak terus terjebak dalam kesalahpahaman mengenai stigma yang muncul atas penggunaan cadar.
2. Menunjukan perilaku sosial yang berkebalikan dengan yang distigmakan
Ada banyak pendapat untuk dapat mengurangi stigma negatif. Salah satu upayanya adalah dengan menunjukan perilaku sosial yang berkebalikan dengan apa yang distigmakan. Perempuan bercadar seringkali dinilai sebagai individu yang tertutup, dan stigma ini dapat dipatahkan dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat bahwa hal ini tidak benar adanya. Kita dapat secara aktif melibatkan pendekatan kepada masyarakat sekitar agar persepsi mereka akan perempuan bercadar berubah.
Mengapa stigma harus dipatahkan?
Stigma berkaitan dengan fenomena dimana seseorang berikan pelabelan dan diskriminasi karena tidak dianggap berbeda dari pandangan suatu kelompok. Stigma memunculkan berbagai dampak negatif terhadap mereka yang menerima stigma. Beberapa dampak yang dirasakan oleh mereka yang menerima stigma negatif adalah muncul perasaan marah, sedih, frustasi dan merasa direndahkan, bahkan sebagian orang menganggap aneh. Hal ini dikarenakan, masyarakat yang tidak memahami motivasi dari perempuan yang memilih untuk bercadar.
Selain perasaan tersebut, dampak yang ditimbulkan dari respon negatif terhadap perempuan bercadar membuat mereka merasa bingung dan dilematis. Mereka mengalami kebingungan, karena apabila mengambil langkah bersuara agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap stigma yang beredar maka akan dianggap ekstrim. Sedangkan bila diam saja maka akan terlihat seakan membenarkan stigma yang ada.
Terjadinya diskriminasi yang sering dialami perempuan bercadar membuat mereka tidak leluasa menikmati hak nya dalam ruang publik karena dibatasi oleh pandangan masyarakat.
Begitu banyak dampak yang ditimbulkan oleh beredarnya stigma negatif dari akibat kesalahpahaman masyarakat. Stigma negatif ini harus dipatahkan agar perempuan dapat berani bersuara dan mengambil pilihannya sendiri tanpa takut akan opini masyarakat. Selain itu, dengan dipatahkannya stigma ini banyak perempuan tidak ragu mengekspresikan dirinya sebagai pengguna cadar.
Peran masyarakat pun tidak kalah penting dengan terus mengedukasi dan diedukasi sehingga tidak terus terjebak dalam pengetahuan yang salah. Hal ini juga dibutuhkan agar tidak adanya diskriminasi yang dilakukan secara terang-terangan oleh masyarakat sehingga tidak terjadi dampak psikis maupun sosial bagi penerima stigma.

Oleh: Margaretha T. Nadya
Editor: Laras Adinda N.
Referensi
Karunia, F., & Syafiq, M. (2019). Pengalaman perempuan bercadar. Character: Jurnal Penelitian Psikologi., 6(2). https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/40/article/view/27938
Nofalia, K. (2021). Stigma Negatif terhadap Pengguna Cadar dikalangan Mahasiswi Universitas Negeri Padang. Journal of Education, Cultural and Politics., 1(1).
Rahman, A. F., & Syafiq, M. (2017). Motivasi, stigma dan coping stigma pada perempuan bercadar. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 7(2), 103-115. https://www.academia.edu/download/54826064/4._syafiq-_jurnal_Alif_Fathur_Rahman.pdf