
Pernahkah kalian sadar bahwa selama ini korban dari pelecehan seksual sering kali disalahkan atas kasus yang menimpanya? Korban pelecehan seksual dianggap sebagai salah satu faktor terjadinya kejahatan tersebut. Lantas apakah hal ini adil untuk korban?
Pelecehan Seksual
Pelecehan Seksual merupakan segala bentuk perbuatan yang dilakukan pelaku kepada korban yang bernuansa seksual secara verbal maupun non-verbal yang tidak diinginkan oleh korban. Tindakan pelecehan seksual tanpa disadari sudah kerap dialami oleh banyak orang tanpa memandang gender, status, pendidikan, bahkan usia. Banyak bentuk pelecehan seksual terjadi di berbagai tempat, tak terkecuali di ruang publik. Hal ini tentunya dapat menimbulkan berkurangnya rasa aman dan percaya pada lingkungannya sendiri.
Rendahnya pengetahuan mengenai pelecehan seksual di lingkungan masyarakat, membuat seringkali korban yang seharusnya mendapat perlindungan baik secara sosial maupun hukum, malah menjadi sasaran kesalahan. Tak jarang masyarakat menyalahkan pakaian korban yang dinilai mengundang pelaku untuk melancarkan aksi nya. Selain itu respon korban yang terkadang diam saja saat terjadinya peristiwa tersebut juga dianggap sebagai bentuk bahwa korban tidak merasa terganggu dan tidak ingin melawan perbuatan pelaku. Padahal tanpa disadari, adanya sikap diam atau tidak melawan dari pihak korban menandakan bahwa korban pada saat itu sedang mengalami tonic immobility.
Tonic Immobility
Tonic immobility adalah metode pertahanan tubuh yang tak disengaja, di mana seseorang dapat mengalami hambatan motorik sementara atau kelumpuhan sementara sebagai respon dari ketakutan yang berlebih. Tonic immobility ini dapat dirasakan seperti hilangnya kemampuan untuk menggerakkan badan dan anggota gerak, tubuh menjadi kaku seketika, adanya penurunan detak jantung, dan peningkatan ketegangan otot. Bahkan menurut J.M.E. Kuiling, F. Klaassen dan M.A. Hagenaars dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tonic immobility juga ditandai dengan adanya penghambatan motorik yang mendalam, kekakuan otot, dan perilaku vokal yang ditekan. Pada kondisi ini, walaupun korban sangat ingin berteriak, melawan, mendorong, dan lain sebagainya, namun tubuhnya malah akan bertindak sebaliknya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Arkansas Coalition Against Sexualt Assault (ACASA), tonic immobility ini dapat terjadi karena adanya pengaruh aktivitas hormon tertentu yang diantaranya adalah hormon kortikosteroid. Hormon ini memiliki peran penting yang dapat membuat berkurangnya energi sehingga korban pelecehan seksual secara reflek bisa merasa kaku.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anna Moller, Hans Peter Sondergaard, dan Lotti Helstrom dalam Acta Obstetricia et Ginecológica Scandanavica mengungkapkan bahwa dari 298 perempuan yang mengalami kekerasan seksual, terdapat sekitar 70% orang yang merasakan adanya tonic immobility dan kurang lebih 48% orang yang mengalami tonic immobility yang cenderung ekstrim.
Tahapan kondisi Tonic Immobility
Tidak semua orang bisa mengalami tonic immobility saat mendapat ancaman tertentu, termasuk pelecehan seksual. Namun, saat seseorang mengalami tonic immobility, mereka biasanya akan melewati beberapa tahapan sebelum munculnya rasa kaku hingga tidak ada kemampuan untuk bergerak atau bahkan berteriak. Tahapan yang dirasakan tersebut, antara lain:
- Arousal, merupakan kesadaran yang dimiliki seseorang terhadap adanya kemungkinan ancaman.
- Flight or fight, merupakan respon aktif seseorang untuk melawan adanya ancaman.
- Freeze, merupakan respon membeku atau kaku selama beberapa saat sebelum dapat melawan.
- Tonic immobility (kelumpuhan) and collapsed immobility (pingsan), merupakan respon ketika tidak bisa menghindari ancaman.
- Quiescent immobility (diam), merupakan keadaan untuk istirahat dan masa pemulihan akibat dari trauma yang dialami.
Dampak Tonic Immobility
Akibat dari tonic immobility tentunya dapat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental seseorang yang mengalaminya. Dampak jangka panjang yang dirasakan dapat berupa menurunnya kemampuan bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu terdapat respon trauma yang dialami seseorang dapat meningkatkan gejala gangguan stress pasca trauma atau yang disebut dengan PTSD. Hal ini disebabkan karena korban biasanya akan menyalahkan dirinya yang tidak bisa melawan pelaku saat peristiwa tersebut terjadi. Bahkan dampak pada kesehatan mentalnya juga akan semakin parah jika korban kurang mendapat dukungan dari orang-orang sekitarnya atau justru disalahkan karena dinilai tidak bisa memberikan perlawanan.
Tonic immobility merupakan hal yang sebenarnya terjadi secara alamiah, maka dari itu seseorang tidak dapat secara sadar menghindar atau mengelak saat mengalami hal tersebut. Namun, ada beberapa cara yang dapat dilakukan ketika mengalami tonic immobility, antara lain:
- Berusaha relax
- Mencoba untuk fokus
- Menceritakan kejadian tersebut pada orang yang tepat
Jadi salah siapa?
Sangat disayangkan sebagian besar masyarakat masih menganggap korban sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya pelecehan seksual. Tentunya mindset ini harus segera dihilangkan dari masyarakat luas. Karena pada hakikatnya bagaimanapun kondisinya, pelaku adalah orang yang bersalah dan korban adalah sebagai orang yang dirugikan pada peristiwa tersebut. Karena segala dampak negatif pun juga turut dirasakan oleh korban. Maka sangat kurang etis jika banyak orang yang masih menilai bahwa sikap diam korban merupakan kesalahan bagi korban itu sendiri. Tentunya ini dapat terjadi karena adanya ketidaktahuan masyarakat mengenai kondisi tonic immobility.
Setiap orang tentunya tidak ingin berada dalam kondisi tonic immobility pada saat mengalami peristiwa yang kurang menyenangkan, termasuk salah satunya adalah pelecehan seksual. Namun, pada kenyataannya hal inilah yang secara ilmiah terjadi dan tidak bisa dicegah oleh sebagian besar orang.
Referensi
dr. Merry Dame Cristy Pane. (2023). Tonic Immobility, Kondisi Saat Korban Pelecehan Tidak Bisa Melawan. Retrieved 17 February 2023 https://www.alodokter.com/tonic-immobility-kondisi-saat-korban-pelecehan-tidak-bisa-melawan
dr. Sabrina Anggraini. (2022). Tonic Immobility, Alasan Korban Kekerasan Seksual Tak Sanggup Melawan. Retrieved 17 February 2023 https://skata.info/article/detail/1227/tonic-immobility-alasan-korban-kekerasan-seksual-tak-sanggup-melawan
Rini Ayu Susanti, dkk. (2022). Fenomena Catcalling Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual Secara Verbal Terhadap Perempuan di Desa Ciheulang Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Retrieved 17 February 2023 https://www.ejournal.unibba.ac.id/index.php/resource/article/view/954
Wiwid Adiyanto. (2020). Pemanfaatan Media Sosial Instagram Sebagai Ruang Diskusi Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual di Lingkungan Akademis. Retrieved 17 February 2023 https://journal.trunojoyo.ac.id/pangabdhi/article/view/7594/4948
Penulis: Nurlita Santi
Editor: Desy Putri R.