
Pada istilah medis, dikenal suatu kondisi yang bernama vaginismus. Vaginismus merupakan suatu kondisi ketika otot-otot di vagina mengencang secara tidak sadar sehingga dapat membuat orang yang mengalaminya kesakitan. Salah satu penyebab respons vaginismus ini hadir adalah adanya trauma baik melalui faktor psikologis seperti stres maupun emosional.
Sangat disayangkan bahwa saat ini belum ada studi yang menyatakan penyebab dari kondisi vaginismus ini. Pada ranah medis sendiri, penyakit vaginismus termasuk sebagai kategori idiopatik, yaitu penyakit yang tidak dapat diketahui penyebab dan alasannya. Ilmu pengetahuan yang belum pernah menemukan penyebab terjadinya kondisi vaginismus ini selanjutnya akan berpengaruh pada cara medis untuk mengetahui secara dini adanya penyakit ini pada seseorang.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa wanita yang memiliki kondisi vaginismus memperoleh kecemasan yang cenderung tinggi, mudah merasa takut, kesulitan, dan menghindari hubungan seksual. Adanya vaginismus dapat juga dikatakan sebagai respons reflektif untuk melindungi suatu individu dari suatu bahaya yang dirasakannya atau antisipasi dari penetrasi vagina. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang erat antara vaginismus, kecemasan, dan suatu fobia yang terjadi.
Perempuan yang enanggung eban
Pada lingkup masyarakat sosial, sering sekali perempuan mengalami ketidakadilan gender, lebih spesifik mendapat stigma negatif oleh masyarakat. Stigmatisasi adalah perilaku diskriminatif dan diskredit terhadap individu atau kelompok yang dianggap berbeda dari norma yang diterima masyarakat. Kondisi perempuan yang mendapatkan stigma negatif oleh masyarakat kerap kali terjadi pada berbagai kesempatan, termasuk di dalamnya kehidupan pernikahan ketika hubungan seksual gagal dilakukan. Hal tersebut mendukung timbulnya perasaan bersalah seorang perempuan karena tidak dapat memenuhi atau melayani keinginan suami. Adanya tekanan tersebut selanjutnya dapat menyebabkan pengalaman trauma yang dialami oleh perempuan.
Saat ini, perempuan yang mengalami kondisi medis vaginismus turut merasakan stigma negatif tersebut. Stigmatisasi terhadap vaginismus sangat berpengaruh pada bagaimana perempuan memahami dan mengatasi kondisi ini. Kondisi vaginismus seringkali dipandang sebagai hal yang tabu dan dianggap sebagai masalah pribadi yang tidak boleh dibicarakan secara terbuka. Oleh karena itu, orang yang memiliki kondisi vaginismus kerap merasa malu, rendah diri, dan kurangnya akses informasi dan layanan kesehatan yang tepat bagi perempuan yang menderita kondisi ini. Banyak perempuan yang merasa malu dan tidak memahami vaginismus, sehingga mereka tidak meminta bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan. Kurangnya informasi dan layanan kesehatan yang memadai membuat perempuan dengan vaginismus mengalami kesulitan dalam mengatasi kondisi ini.
Tidak cukup stigma negatif yang dilayangkan oleh lingkup terdekat korban, tetapi juga tenaga kesehatan yang masih memojokan korban dengan kondisi yang dialaminya. Penderita merasa tidak nyaman berbicara tentang kondisi mereka dengan pasangan seksual, dokter, atau bahkan teman terdekat. Tenaga medis yang memandang perempuan dengan vaginismus hanya sekadar ketakutan, kekanak-kanakan, dan sebagainya tidak memberikan jalan keluar yang dapat menyelesaikan permasalahan yang sesungguhnya. Dengan adanya pendapat tenaga medis yang dianggap ahli di bidangnya mengakibatkan seseorang penderita vaginismus mendapat kecaman sosial yang lebih berat. Hal ini dapat berujung pada kekerasan dalam rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual atau marital rape, perceraian, dan/atau dikucilkan oleh masyarakat. Selain ranah sosial, vaginismus juga dapat mempengaruhi kondisi kehamilan dan melahirkan bagi perempuan yang mengidapnya. Hal ini disebabkan oleh otot vagina yang berkontraksi dapat membuat persalinan menjadi lebih sulit.
Adanya pengaruh kualitas hidup yang secara signifikan oleh vaginismus juga diderita oleh perempuan yang mengidapnya. Kondisi vaginismus dapat mempengaruhi hubungan seksual dan romantis, dan dapat membuat wanita merasa tertekan dan terisolasi. Berbagai stigma yang berlalu lalang di lingkungan masyarakat, khususnya keluarga dan tetangga, mengakibatkan korban merasa “tidak utuh” dan gagal sebagai istri yang baik. Sudah terdapat beberapa kasus bahwa kondisi vaginismus ini dapat meruntuhkan jalinan pernikahan. Suami yang seharusnya mendukung dan memberikan semangat kepada istrinya yang mengalami kondisi vaginismus justru memilih untuk meninggalkannya.
Berkolaborasi sebagai unci ermasalahan
Untuk mengatasi stigma negatif terhadap vaginismus, perlu adanya pemahaman, pendekatan, dan kesadaran yang tumbuh dan lebih baik tentang kondisi ini. Selain itu, perempuan yang menderita vaginismus perlu juga diberikan dukungan dan bantuan yang tepat untuk mengatasi kondisi ini, seperti terapi seksual dan psikologis. Diperlukan juga ilmu pengetahuan yang lebih baik tentang vaginismus dan bagaimana kondisi ini dapat dicegah serta diobati. Para tenaga profesional di bidang kesehatan juga perlu memberikan informasi yang tepat, konkrit, serta memberikan bantuan yang dibutuhkan bagi perempuan yang menderita vaginismus tanpa adanya pandangan negatif atau diskriminasi.
Diperlukannya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap perempuan yang menderita vaginismus. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye sensitisasi dan edukasi tentang masalah ini, memberikan akses informasi dan layanan kesehatan yang memadai, serta memberikan dukungan dan bantuan yang dibutuhkan bagi perempuan yang menderita vaginismus. Secara keseluruhan, untuk membantu perempuan yang menderita vaginismus, perlu adanya pemahaman dan dukungan yang lebih baik dari masyarakat dan tenaga profesional kesehatan. Ditambah, adanya tindakan yang efektif untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap kondisi ini. Hanya dengan bekerja sama dan berkoordinasi, antara pemerintah dan berbagai elemen masyarakat, dapat membantu perempuan yang memiliki kondisi vaginismus untuk tidak dipandang sebelah mata dan dapat memenuhi kebutuhannya.
Daftar Pustaka
Glover, Rita, Maria McEvoy, dan Rosaleen McElvaney. “Understanding Vaginismus: A Biopsychosocial Perspective.” Taylor and Francis Group (November, 2011). Hlm. 4 – 5.
Cleveland Clinic. “Vaginismus.” https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15723-vaginismus. Cleveland Clinic Website. Diakses 7 Februari 2023.
Pranata, Galih. “Singkap Stigma Kehidupan Perempuan-perempuan Jawa Sebelum Abad ke-20.” https://nationalgeographic.grid.id/read/133395164/singkap-stigma-kehidupan-perempuan-perempuan-jawa-sebelum-abad-ke-20?page=all. Diakses 7 Februari 2023.
Saputra, Yulia. “’Vagina saya seperti menolak’ – cerita pengidap vaginismus yang menghadapi stigma dan trauma.” https://www.bbc.com/indonesia/majalah-56261560. Diakses 7 Februari 2023.
Smith, Lori. “What you need to know about vaginismus.” https://www.medicalnewstoday.com/articles/175261. Diakses 7 Februari 2023.
Penulis: Sylvi Sabrina
Editor: Desy Putri R.