
Pekerjaan rumah tangga adalah bagian besar dari kehidupan sehari-hari, khususnya pada seseorang yang memiliki rumah dan telah berkeluarga. Hal ini dapat berupa berbagai macam pekerjaan, layaknya mencuci baju, mencuci piring, menyapu lantai, mengepel, dan masih banyak lagi. Walaupun sebuah kegiatan yang sangat melekat pada kehidupan sehari-hari, pekerjaan rumah tangga menjadi begitu identik dengan wanita. Muncullah stereotip bahwa seharusnya hanyalah wanita saja yang melakukan pekerjaan rumah tangga.
Ungkapan ini tidak hanya ditujukan pada seorang istri atau ibu rumah tangga, anak perempuan dari sebuah keluarga pun selalu ditunjuk untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Tidak jarang banyak perempuan yang mendapat cemoohan karena tidak mahir melakukan pekerjaan rumah tangga. Di sisi lain, seorang suami maupun anak laki-laki tidak diberi ekspetasi bahwa mereka harus mahir dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Padahal, setiap orang seharusnya dapat melakukan pekerjaan rumah tangga. Bila seseorang tidak mampu melakukan pekerjaan rumah tangga sama sekali, maka tentu mereka akan kesusahan begitu harus hidup sendiri.
Satu hal lain yang kerap dilakukan orang-orang adalah menyepelekan betapa sukarnya pekerjaan rumah tangga. Kebanyakan akan merasa bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah hal yang mudah. Mereka berpikir ibu rumah tangga hanya perlu menetap di rumah dan menerima uang jajan dari suami saja. Pada kenyataannya, ibu rumah tangga memiliki beban pekerjaan yang sama beratnya dengan pekerja biasa. Pekerjaan rumah tangga adalah hal yang melelahkan dan mereka harus melakukannya setiap saat tanpa ada hari libur. Bahkan banyak wanita yang bekerja pun masih dituntut untuk melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Lalu, muncul sebuah pertanyaan. Apakah perlu ada sebuah upah bagi mereka yang setiap hari mengerjakan pekerjaan rumah tangga?
Wages for housework atau Upah untuk Pekerjaan Rumah Tangga adalah sebuah gerakan yang dimulai pada sekitar tahun 70-an. Pada tahun 1975, United Nations menetapkan 1975 sebagai Tahun Internasional Wanita. Di tahun yang sama, sebanyak 25.000 wanita di Islandia melakukan sebuah demo besar-besaran. Setelah itu, Islandia menjadi negara Eropa pertama yang memiliki presiden wanita pertama. Bahkan, mereka juga melarang diskriminasi gender secara hukum pada tahun 1976. Bagi para wanita yang mendukung gerakan wages for housework demo di Islandia tersebut tentu saja menjadi contoh yang patut dibanggakan. Protes para wanita Islandia tersebut mengandung nilai-nilai feminis dan anti-kapitalis.

Masyarakat banyak berpikir bahwa kewajiban laki-laki hanyalah mencari nafkah saja, sementara seorang wanita harus mengurus anak, membersihkan rumah, serta memberi dukungan emosional untuk keluarga. Gerakan wages for housework percaya bahwa dengan berfokus pada pekerjaan mereka yang tidak dibayar di dalam rumah, mereka dapat menghapuskan ketidakseimbangan kewajiban berbasis gender. Beberapa orang kemungkinan menilai gerakan ini semata-mata hanyalah gerakan wanita untuk mencari uang dan validasi. Kampanye wages for housework memiliki sebuah tujuan besar, yaitu untuk menyatukan orang-orang yang melakukan pekerjaan rumah tangga yang secara kebetulan kebanyakan wanita. Bersamaan dengan itu, wages for housework ingin wanita lepas dari ketergantungan terhadap orang lain serta menyeimbangkan ketimpangan kekuasaan antara pria dan wanita.
Ada beberapa tokoh penting dalam gerakan wages for housework ini. Salah satu di antaranya adalah Silvia Federici. Silvia Federici pernah menuliskan pandangannya terhadap permasalahan ini pada Wages Against Housework di tahun 1974. Disana, Ia memaparkan bahwa wages for housework bukanlah semata-mata dilahirkan demi sedikit uang tambahan bagi para wanita. Mungkin untuk wanita yang hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga maka gerakan ini akan sangat membantu, tapi masih banyak wanita yang memiliki karir dan dapat mandiri secara finansial tanpa bantuan gerakan ini. Silvia Federici menulis bahwa kita perlu menatap wages for housework dengan perspektif politik, dimana gerakan ini dapat mengangkat kekuatan sosial dan memperbaiki hidup para wanita.
Mengapa pekerjaan rumah tangga perlu dianggap layaknya pekerjaan pada umumnya? Orang-orang memiliki pekerjaan tentu saja dengan tujuan utama untuk menerima upah. Dengan menerima upah, maka akan ada sebuah kesan akan keadilan. Seseorang bekerja, maka seseorang itu akan mendapat upah. Baik pekerja maupun atasannya terikat dengan sebuah kontrak sosial, dan seorang pekerja bekerja tidak selalu karena mereka menyukainya. Mereka bekerja karena mereka harus melakukan hal tersebut untuk bertahan hidup. Namun, betapa mengikat dan kerasnya sebuah pekerjaan, seorang pekerja bukanlah pekerjaan itu sendiri. Seseorang mungkin dapat menjadi supir, tapi keesokan harinya Ia dapat menjadi sorang pekerja kantoran. Identitas seorang pekerja tidak akan terikat dengan satu pekerjaan dan menjadi jati dirinya.
Hal yang sama tidak dapat terlihat pada pekerjaan rumah tangga. Sebuah pekerjaan rumah tangga tidak hanya menjadi sebuah kewajiban wanita saja sekarang, namun pekerjaan tersebut telah melekat menjadi identitas dan kepribadian seorang wanita. Perspektif masyarakat meyakinkan bahwa pekerjaan rumah tangga adalah bagian dari menjadi seorang wanita. Namun, bila sebuah pekerjaan rumah tangga adalah jati diri dari seorang wanita, mengapa seorang wanita harus belajar akan bagaimana melakukan pekerjaan rumah tangga dari ibunya? Mengapa seorang wanita harus diyakinkan bahwa melakukan pekerjaan rumah tangga dapat menjaga suami dan anaknya agar tetap bahagia tinggal bersamanya?
Realitanya, banyak wanita yang merasa tidak terima begitu disebut bahwa pekerjaan rumah tangga adalah salah satu atribut mereka. Dengan menuntut upah untuk pekerjaan rumah tanga, maka hal tersebut adalah langkah awal wanita untuk menolak ungkapan bahwa pekerjaan rumah tangga adalah bagian dari jati diri mereka. Hingga saat ini pun, wages for housework masih menjadi pembicaraan yang relevan untuk dibincangkan. Kapitalisme dan patriarki masih menjadi akar permasalahan banyak wanita. Sekarang, akankah tuntutan wages for housework dikobarkan kembali?
Oleh: Nabila Ainur
Editor: Laras Adinda N.
Referensi
Federici, Silvia. (1974). Wages Against Housework. The Nation. Power of Women Collective dan the Fading Wall Press. https://thecommoner.org/wp-content/uploads/2019/10/04-federici.pdf
Jaffe, Sarah. (14 Maret 2018). The Women of Wages for Housework. The Nation. https://www.thenation.com/article/archive/wages-for-houseworks-radical-vision/
Toupin, Louise. (9 Oktober 2018). The History of Wages for Housework. Pluto Press. https://www.plutobooks.com/blog/wages-housework-campaign-history/#:~:text=The%20Wages%20for%20Housework%20campaign%20was%20pursuing%20a%20grand%20objective,the%20wealth%20that%20they%20produced