Kurangnya keterwakilan perempuan dalam politik telah lama menjadi perhatian banyak negara dan dipandang sebagai penghalang yang signifikan terhadap kesetaraan gender. Kurangnya partisipasi perempuan dalam politik memiliki berbagai dampak yang tidak hanya berdampak pada kaum perempuan itu sendiri, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Hal ini tentunya mendatangkan berbagai kerugian dalam pembangunan nasional dan menjadi isu yang penting untuk ditindaklanjuti.
Kesenjangan gender dalam kepemimpinan politik adalah masalah yang terus berlanjut di seluruh dunia. Menurut World Bank (2021), hanya 26% anggota parlemen nasional yang merupakan perempuan. Situasi ini bahkan lebih mengerikan di tingkat pemerintahan tertinggi, dengan perempuan hanya memegang 11,3% posisi eksekutif dan 9,5% posisi presiden. Alasan kurangnya keterwakilan ini sangat kompleks, tetapi beberapa faktor utama termasuk bias sistemik, kurangnya kemauan politik untuk mengatasi masalah ini, dan kurangnya kebijakan yang mendukung.
Mengapa kesenjangan gender dalam kepemimpinan politik menjadi penting? Penelitian UN Women menunjukkan bahwa semakin banyak perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan politik akan menghasilkan representasi yang lebih baik atas kepentingan dan kebutuhan perempuan. Perempuan memiliki pengalaman dan perspektif yang berbeda yang dapat membawa ide-ide baru dan menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif. Pemimpin perempuan juga cenderung memprioritaskan isu-isu seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan. Selama lapangan politik belum memberi ruang yang memadai bagi perempuan untuk merepresentasikan gagasan mereka, kebutuhan dan kepentingan mereka cenderung tidak diperhitungkan, yang menyebabkan kurangnya kemajuan dalam isu-isu penting.
Salah satu contoh nyata dari kesenjangan gender dalam kepemimpinan politik dapat dilihat di Indonesia. Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen. Indonesia telah membuat kemajuan dalam beberapa tahun terakhir dalam meningkatkan jumlah perempuan di parlemen. Namun, Indonesia masih harus menempuh jalan panjang dalam hal meningkatkan jumlah perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan.
Di Indonesia, perempuan sudah didorong untuk dapat memperoleh pendidikan tinggi dan memainkan peran penting dalam pembangunan politik. Sebagaimana diatur dalam UU No. 2 tahun 2008, dituliskan bahwa partai politik harus menyertakan perempuan minimal 30% dalam pengurusan ataupun pendiriannya. Namun, dalam praktiknya, keterlibatan perempuan dalam politik bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan. Persyaratan kuota yang seharusnya dipenuhi partai untuk memenuhi syarat pemilu hanya sebatas formalisasi, hal tersebut menunjukkan kesenjangan antara legalitas dan realitas dalam memaksimalkan peran perempuan.
Keterbatasan akses juga menjadi salah satu kesulitan bagi perempuan untuk menunjukkan bahwa kepentingan perempuan tidak dapat diakomodir sepenuhnya dalam sistem politik. Dalam anggota dewan, tidak hanya dari sisi kuota dan kualitas, tetapi dari sisi tanggung jawab, perempuan tidak diberikan tanggung jawab yang signifikan. Kondisi ini tentunya menjadi kendala bagi perkembangan organisasi perempuan dalam perumusan kebijakan yang memihak pada kepentingan perempuan. Oleh karena itu, perempuan perlu diberikan ruang dan dukungan penuh untuk dapat mengembangkan diri.
Tantangan lain yang dihadapi perempuan dalam politik Indonesia adalah masih adanya bias dan stereotip gender. Budaya patriarki yang terus menjangkit negara Indonesia menganggap perempuan kurang kompeten dibandingkan laki-laki, dan stereotip ini menyulitkan mereka untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan yang mereka butuhkan untuk sukses di dunia politik. Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa politik Indonesia didominasi oleh laki-laki dan bisa jadi menyurutkan niat perempuan yang mencoba masuk ke dalam sistem.
Kesenjangan gender dalam kepemimpinan politik merupakan masalah yang terus berlanjut di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya motivasi bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik di masa depan. Kurangnya representasi perempuan dalam posisi kepemimpinan politik menyebabkan kurangnya kemajuan dalam berbagai isu penting. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan partai politik perlu melakukan upaya sadar untuk mempromosikan kesetaraan gender, bukan hanya dengan menciptakan regulasi yang akhirnya bertolak belakang dengan praktiknya. Pemerintah juga perlu mengerahkan dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan perempuan untuk berhasil dalam politik. Hanya dengan demikian kita dapat melihat kemajuan nyata dalam menutup kesenjangan gender dalam kepemimpinan politik.
Referensi
Kiftiyah, A. (2019). Perempuan dalam partisipasi politik di Indonesia. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak, 14(1), 1-13.
Muslimat, A. (2020). Rendahnya Partisipasi Wanita di Bidang Politik. Jurnal Studi Gender dan Anak, 7(02), 131-143.
Supanji, Tratama Helmi. (2021, 15 April). Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia Penting bagi Kemajuan Bangsa. Dikutip 7 Februari 2023 dari Kemenko PMK: https://kemenkopmk.go.id/partisipasi-politik-perempuan-di-indonesia-penting-bagi-kemajuan-bangsa.
Penulis: Syabilla Himaningtyas Sudarpo
Editor: Desy Putri R.